Oksigen Menuju Titik Nol, Skenario Akhir yang Menanti Bumi

SEKILAS, udara yang kita hirup terasa tak akan pernah habis. Namun, hasil studi ilmiah justru mengungkapkan sebaliknya: suatu hari, oksigen akan lenyap dari atmosfer Bumi.

Bukan skenario fiksi ilmiah, melainkan proyeksi ilmiah berbasis pemodelan biosfer yang dilakukan oleh peneliti dari Toho University Jepang dan NASA Nexus for Exoplanet System Science. Hasilnya mengejutkan—dalam waktu sekitar satu miliar tahun ke depan, Bumi akan mengalami transformasi atmosfer yang drastis. Oksigen, gas yang menopang hampir seluruh bentuk kehidupan kompleks, akan menghilang dalam waktu yang relatif singkat dari atmosfer.

Matahari, Pemicu yang Tak Terbendung

Proses ini dimulai dari perubahan alami bintang induk kita: Matahari. Seiring bertambahnya usia, intensitas cahayanya makin meningkat. Kecerahan ekstra ini berpengaruh langsung terhadap iklim Bumi dan komposisi kimianya. Pemanasan global jangka panjang akan mempercepat penguraian karbon dioksida (CO₂), gas yang dibutuhkan tumbuhan untuk fotosintesis.

Baca juga: Bumi Makin Panas, Tanah Melepaskan Lebih Banyak Karbon

Tanpa CO₂ yang cukup, tumbuhan—penghasil utama oksigen—akan menurun drastis jumlahnya. Tanpa fotosintesis, produksi oksigen melambat, lalu berhenti. Atmosfer Bumi pun perlahan-lahan kehilangan daya dukungnya untuk kehidupan seperti yang kita kenal hari ini.

Perspektif Baru dalam Pencarian Kehidupan

Bagi para peneliti astrobiologi, skenario ini punya makna penting. Selama ini, pencarian kehidupan di planet lain selalu mengandalkan keberadaan oksigen sebagai indikator utama. Namun, temuan ini membuka perspektif baru.

Baca juga: Dunia di Ambang Krisis Iklim, Sepertiga Wilayah Bisa Tak Layak Huni

Kazumi Ozaki, salah satu peneliti utama studi ini, menjelaskan bahwa oksigen hanya akan mendominasi atmosfer Bumi dalam sekitar 20–30 persen dari total umur planet. Artinya, oksigen bukan satu-satunya tanda kehidupan. Justru, planet tanpa oksigen pun bisa saja menyimpan bentuk kehidupan yang lebih sederhana, seperti mikroorganisme.

Kabut menyelimuti hutan pegunungan yang rimbun—pengingat sunyi bahwa paru-paru Bumi suatu saat bisa kehilangan napas terakhirnya. Foto: Ilustrasi/ Cumâli GÖL/ Pexels.

Dengan kata lain, masa depan pencarian planet layak huni tak bisa lagi terpaku pada jejak oksigen saja. Metana, nitrogen, dan bahkan tanda-tanda kimiawi kehidupan lain perlu diperhitungkan dalam pengamatan teleskop luar angkasa.

Lebih Cepat dari Air Laut yang Menguap

Yang lebih mengejutkan, hilangnya oksigen bisa terjadi lebih cepat dari peristiwa penguapan air laut akibat radiasi Matahari—yang diperkirakan baru akan terjadi dua miliar tahun lagi. Artinya, kehidupan makhluk kompleks di Bumi bisa punah lebih cepat, didahului oleh krisis oksigen, bukan krisis air.

Baca juga: Krisis Iklim, Mengapa Kenaikan 2 Derajat Celsius Bisa Mengubah Dunia?

Namun, kehidupan tidak akan punah total. Menurut studi ini, mikroba dan bentuk kehidupan ekstrem akan tetap bertahan. Mereka akan mengambil alih Bumi setelah spesies lain lenyap.

Refleksi bagi Masa Kini

Meski skenario ini berskala satu miliar tahun, pesan yang tersirat sangat relevan untuk masa kini. Kerapuhan sistem kehidupan sangat tergantung pada keseimbangan atmosfer dan peran organisme penghasil oksigen. Kerusakan lingkungan, deforestasi, dan krisis iklim mempercepat ketidakseimbangan ini.

Baca juga: Negara-negara Penjaga Oksigen Bumi

Bagi para pemerhati keberlanjutan, studi ini bukan sekadar catatan ilmiah tentang masa depan yang jauh. Ini adalah pengingat: menjaga ekosistem berarti memperpanjang usia biosfer, tidak hanya untuk manusia, tapi untuk semua kehidupan yang ada. ***

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *