Dari Situ Hilang hingga Sungai Dangkal, Wajah Suram Tata Ruang Jabodetabek

JAKARTA kembali diuji dengan realitas tata ruang yang tak tertata. Sebuah rapat koordinasi penting digelar di Gedung Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Jakarta pada Jumat (21/3/2025). Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Nusron Wahid, serta Gubernur Banten Andra Soni bertemu untuk membahas persoalan klasik yang terus berulang: banjir.

Dalam pertemuan itu, Nusron Wahid mengungkap data yang mencengangkan. Sebanyak 709 titik di kawasan Jabodetabekpunjur—yang mencakup Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi, Cianjur, dan Puncak—melanggar aturan tata ruang. Pelanggaran ini menjadi pemicu utama banjir yang semakin sering melanda wilayah tersebut.

Kawasan Hijau yang Menghilang

Persoalan utama adalah perubahan fungsi lahan. Hutan, perkebunan, dan lahan pertanian yang seharusnya menjadi area resapan air kini berubah menjadi permukiman dan kawasan komersial. Akibatnya, daya serap tanah terhadap air hujan semakin berkurang, memperparah dampak banjir.

Baca juga: Banjir Jabodetabek dan Ancaman Tata Ruang yang Terabaikan

Di Banten, khususnya Tangerang Raya, situasi tak jauh berbeda. Nusron mencatat ada 39 situ atau danau kecil yang hampir punah akibat alih fungsi lahan. Bahkan beberapa situ yang masih ada mengalami penyusutan luas. “Ini secara langsung berkontribusi terhadap banjir yang semakin meluas di Banten dan Tangerang Raya,” ungkapnya.

Langkah Pemerintah, dari Sertifikasi Hingga Penindakan

Pemerintah merespons temuan ini dengan langkah konkret. Nusron menyebut pihaknya akan melakukan sertifikasi ulang terhadap tanah-tanah di bantaran sungai dan situ yang masih aman. Ini bertujuan untuk menghindari ekspansi permukiman ilegal yang semakin menggerus kawasan resapan.

Baca juga: Hutan Menyusut, Beton Meluas: Bagaimana Masa Depan Jabodetabek?

Selain itu, pemerintah akan bertindak lebih tegas terhadap rumah-rumah yang berdiri di atas lahan hijau tanpa sertifikat. Pendekatan yang digunakan bukan ganti rugi, melainkan pendekatan kemanusiaan. “Kenapa tidak ada ganti rugi? Karena pada dasarnya, tanah itu bukan milik mereka,” tegas Nusron.

Pemerintah mengidentifikasi 709 titik pelanggaran tata ruang di Jabodetabekpunjur yang memicu banjir. Alih fungsi lahan jadi perhatian utama dalam rapat koordinasi di Kementerian PU. Foto: Ilustrasi/ Tom Fisk/ Pexels.

Langkah ini tentu menimbulkan pro dan kontra. Di satu sisi, masyarakat yang telah lama menetap di kawasan tersebut mungkin merasa dirugikan. Namun di sisi lain, langkah ini dinilai perlu untuk menyelamatkan lingkungan dan mengurangi risiko banjir jangka panjang.

Koordinasi Pascahari Raya

Gubernur Banten Andra Soni menegaskan bahwa langkah konkret akan segera diambil setelah Lebaran. Ia berencana menggelar koordinasi lebih lanjut dengan Kementerian PU dan Kementerian ATR/BPN pada 8 April mendatang.

Baca juga: Menata Bantaran Sungai Bekasi, Langkah Baru Pemerintah Cegah Banjir

Tak hanya soal pelanggaran tata ruang, Andra juga menyoroti kondisi sungai di Banten yang mengalami penyempitan dan pendangkalan. Ia berharap ada intervensi cepat dari pemerintah pusat untuk melakukan normalisasi sungai dan memperbaiki sistem drainase.

“Kami butuh bantuan pemerintah pusat dalam mengatasi banjir yang semakin parah ini,” ujar Andra.

Jalan Panjang Menuju Tata Ruang Berkelanjutan

Fenomena ini kembali menegaskan bahwa persoalan tata ruang bukan sekadar isu administratif, tetapi juga menyangkut keberlanjutan lingkungan dan keselamatan masyarakat. Ketidaktegasan dalam pengawasan, lemahnya penegakan hukum, serta maraknya alih fungsi lahan tanpa kajian lingkungan yang matang, menjadi akar masalah yang harus segera dituntaskan.

Baca juga: Banjir Jakarta Bermula di Puncak, Krisis Tata Ruang yang Terabaikan

Jika tidak ada tindakan nyata, 709 titik pelanggaran ini bisa terus bertambah. Dan yang lebih mengkhawatirkan, dampak banjir akan semakin besar, merugikan banyak pihak. Kini, bola ada di tangan pemerintah: apakah mereka akan bertindak tegas atau membiarkan masalah ini terus berlarut-larut? ***

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *