PEMERINTAH menegaskan bahwa prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) akan menjadi fondasi penting dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan Indonesia. Komitmen ini sekaligus menjadi langkah strategis untuk mempercepat proses aksesi menuju keanggotaan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), yang standar globalnya mencakup tata kelola di seluruh sektor.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menyatakan bahwa secara umum aksesi OECD membutuhkan waktu 5–8 tahun. Namun, Indonesia menargetkan untuk memenuhi standar tersebut lebih cepat. “Langkah ini menjadi pijakan penting agar Indonesia dapat memiliki tata kelola yang kian optimal sesuai standar global,” ujarnya, Kamis (11/9/2025).
ESG, Lebih dari Kepatuhan Global
Pemerintah menekankan, penerapan ESG tidak hanya soal kepatuhan terhadap standar internasional. Prinsip ini juga dipandang sebagai instrumen untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Hal itu mencakup pengurangan kesenjangan, penekanan kemiskinan ekstrem, dan penciptaan lapangan kerja baru.
Baca juga: Ketidakpastian Global dan Perlambatan Ekonomi, Bagaimana Indonesia Bersiap?
Dimensi lingkungan turut menjadi perhatian utama. Indonesia sudah menetapkan target penurunan emisi nasional dan internasional, mendorong pembiayaan hijau, serta memperluas proyek pengurangan emisi. Komitmen tersebut diperkuat lewat kerja sama multilateral, seperti forum G20 dan skema Just Energy Transition Partnership (JETP).
“Integrasi prinsip ESG diharapkan tidak hanya menjadi standar global, tetapi juga menjadi instrumen penting dalam memperkuat daya saing, menjaga stabilitas ekonomi, serta memastikan pembangunan Indonesia yang inklusif dan berkelanjutan,” kata Susiwijono.

Kebijakan Domestik, Menjaga Daya Beli dan Industri
Dari sisi domestik, pemerintah melengkapi strategi aksesi OECD dengan kebijakan ekonomi yang menyeimbangkan aspek sosial dan produksi. Pada sisi demand, pemerintah menyalurkan bantuan sosial, subsidi, serta program penguatan daya beli masyarakat. Sementara pada sisi supply, insentif bagi industri padat karya, diskon tarif transportasi, hingga program penguatan sektor strategis terus digulirkan.
Baca juga: GRP Bawa Baja Indonesia ke Level Dunia dengan ESG dan Inovasi Digital
Kebijakan ini diyakini mampu menjaga konsumsi rumah tangga sebagai motor utama perekonomian nasional. Namun, pemerintah juga mewaspadai potensi ketidakstabilan sosial yang dapat memengaruhi keberlanjutan kebijakan. “Kami di Pemerintah sudah mulai membahas bagaimana menyeimbangkan faktor sosial agar tidak menjadi pemicu masalah baru. Ini penting, bahkan lebih krusial dibanding hal-hal teknis,” tambahnya.
ESG, Perkuat Sistem Ekonomi
Aksesi ke OECD bukan semata pencapaian diplomatik. Proses ini berimplikasi langsung pada penguatan sistem ekonomi, standar investasi, serta reputasi global Indonesia. Integrasi ESG dalam kebijakan nasional menjadi salah satu prasyarat kunci. Dengan penerapan yang konsisten, Indonesia tidak hanya akan memenuhi standar OECD, tetapi juga memperkokoh posisi sebagai negara berkembang yang mampu mengelola pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga keberlanjutan.
Baca juga: Lewat ESG, Indonesia Himpun Rp 305 Triliun untuk Infrastruktur Hijau
Bagi para pengambil kebijakan dan pelaku industri, pesan pemerintah jelas: ESG bukan sekadar tren global, melainkan strategi jangka panjang untuk menjawab tantangan iklim, ketidaksetaraan, dan daya saing di era baru. ^^^
- Foto: Dok. OECD – Gedung OECD di Paris. Indonesia menargetkan aksesi lebih cepat dengan menjadikan prinsip ESG sebagai fondasi pembangunan ekonomi berkelanjutan.