INDUSTRI penerbangan global sedang mencari jalan keluar dari tekanan emisi karbon yang kian menjadi sorotan publik. Enam maskapai besar dunia baru saja mengumumkan pembentukan oneworld BEV Fund, dana kolektif senilai 150 juta dolar AS untuk mempercepat hadirnya teknologi bahan bakar penerbangan berkelanjutan (Sustainable Aviation Fuel/SAF) generasi baru.
Dana ini akan dikelola oleh Breakthrough Energy Ventures (BEV), perusahaan investasi yang berfokus pada iklim dan didirikan dengan dukungan Bill Gates. Inisiatif ini melibatkan Alaska Airlines, American Airlines, International Airlines Group (IAG/pemilik British Airways), Cathay Pacific, Japan Airlines, dan Singapore Airlines.
Melansir Know ESG (19/9/2025), dana kolektif ini diharapkan mampu menjawab persoalan paling krusial tentang bagaimana membuat SAF dalam skala besar dengan harga yang mendekati bahan bakar jet konvensional.
SAF, Antara Janji dan Realitas
Sektor penerbangan menyumbang 2–3 persen dari total emisi gas rumah kaca global. Namun, pilihan bahan bakar rendah karbon masih sangat terbatas. SAF yang tersedia saat ini sebagian besar berasal dari minyak goreng bekas atau tanaman seperti kedelai dan tebu. Pasokannya pun jauh dari cukup.
Baca juga: Ironi Private Jet, Emisi Besar dari Segelintir Orang Kaya
Laporan International Air Transport Association (IATA) menyebutkan, pada 2024 hanya ada sekitar 1 juta ton metrik SAF yang diproduksi, setara dengan 0,3 persen dari total kebutuhan bahan bakar jet dunia. Tahun 2025, jumlah itu diperkirakan naik menjadi 2,1 juta ton, tapi tetap jauh di bawah permintaan global.
Para eksekutif maskapai menilai skema kontrak individual dengan produsen SAF terlalu mahal. Karena itu, pendekatan dana kolektif dianggap lebih efisien. Tujuannya, mendorong produksi besar-besaran sehingga harga bisa turun dan ketersediaan meningkat.

Target Emisi Nol Bersih
Breakthrough Energy Ventures berencana berinvestasi pada teknologi baru yang lebih berkelanjutan. Fokus mereka bukan lagi pada biofuel konvensional, melainkan inovasi berbasis alga air asin rekayasa genetik serta bahan bakar sintetis dari kombinasi hidrogen dan karbon dioksida.
Pendekatan ini dipilih karena biofuel yang ada masih menghadapi dua masalah utama, biaya tinggi dan keterbatasan produksi massal. Padahal, dunia penerbangan membutuhkan solusi yang bisa dipakai lintas armada tanpa perlu modifikasi besar pada mesin pesawat.
Baca juga: NASA Investasi 11,5 juta dolar AS untuk Penerbangan Nol Emisi
Langkah ini juga berkaitan langsung dengan komitmen iklim maskapai. Alaska Airlines menargetkan emisi nol bersih pada 2040, sementara American Airlines membidik 2050. Beberapa perusahaan bahkan sudah meneken kontrak jangka panjang dengan produsen SAF, misalnya American Airlines yang berinvestasi 75 juta dolar AS pada Infinium, perusahaan berbasis di Texas.
Namun, semua target itu akan sulit tercapai tanpa terobosan skala besar. SAF generasi baru diharapkan menjadi jalan tengah, mengurangi emisi sekaligus menjaga biaya operasional agar tetap kompetitif.
Pelajaran untuk Indonesia
Bagi Indonesia, langkah konsorsium global ini penting untuk dicermati. Sebagai negara kepulauan dengan industri penerbangan domestik yang sangat aktif, ketergantungan pada bahan bakar fosil akan terus menekan upaya transisi energi.
Baca juga: Minyak Jelantah Jadi Bahan Bakar Pesawat, Pertamina Luncurkan Program UCollect
Kolaborasi lintas maskapai yang diwujudkan melalui oneworld BEV Fund bisa menjadi model bagi strategi nasional, baik untuk mendanai riset bahan bakar alternatif maupun membangun ekosistem produksi SAF dalam negeri. Mengingat target net zero emission 2060, Indonesia perlu bergerak cepat, agar tidak hanya menjadi pengguna, tapi juga produsen SAF di kawasan Asia. ***
- Foto:Ilustrasi/ Pixabay/ Pexels – Maskapai dunia bersatu dorong lahirnya bahan bakar penerbangan hijau demi langit bebas polusi.


