INDONESIA memasuki era transisi energi dengan target besar, emisi nol bersih pada 2060. Namun salah satu sektor yang seharusnya menjadi mesin percepatan, bangunan hijau, justru berkembang pelan.
Data terbaru International Finance Corporation (IFC) dan Green Building Council Indonesia (GBCI) menunjukkan, hingga Maret 2025 baru 358 bangunan yang mengantongi sertifikasi hijau. Total luasnya sekitar 10 juta meter persegi, angka yang sangat kecil dibandingkan ekspansi konstruksi nasional setiap tahunnya.
Pusat kota-kota besar Indonesia terus menanjak dengan gedung baru. Tetapi hanya sebagian kecil yang dirancang dengan material rendah karbon, sistem energi efisien, atau manajemen air yang berkelanjutan. Padahal bangunan, sejak fase konstruksi hingga beroperasi, menyumbang porsi signifikan emisi karbon di Indonesia.
Emisi yang Terabaikan dalam Transisi Energi
Indonesia’s Country Director Global Buildings Performance Network (GBPN), Farida Lasida Adji, menilai pembangunan hijau harus diperlakukan sebagai instrumen utama dekarbonisasi. “Kontribusi bangunan terhadap emisi besar, dan itu terjadi sejak awal pembangunan hingga aktivitas operasional harian,” ujarnya.
Baca juga: Asia di Persimpangan, Peluang 200 Juta Pekerjaan Hijau Dibayangi Kesenjangan Pembangunan
Pemerintah sebenarnya sudah punya arah. Peta Jalan Penyelenggaraan dan Pembinaan Gedung Hijau menjadi dokumen lintas kementerian, Pekerjaan Umum, ESDM, dan Dalam Negeri, yang bertujuan membangun standar nasional bangunan rendah emisi. Dokumen ini sejalan dengan amanat UU 59/2024 tentang RPJPN 2025–2045, yang menempatkan pembangunan rendah karbon sebagai fondasi transformasi Indonesia.
Namun di lapangan, pelaksanaan tidak mulus. Banyak regulasi berjalan sendiri-sendiri, dan sinkronisasi kebijakan antar-level pemerintahan masih lemah. Celah itu berakibat langsung pada lambatnya minat pasar.
Investasi Besar, Ekosistem Belum Solid
Masalah terbesar bukan hanya soal kurangnya anggaran. Climate budget tagging pemerintah tak pernah menyentuh angka 5% dari total APBN. Artinya, percepatan bangunan hijau sangat bergantung pada modal swasta. Namun arus investasi itu masih tersendat.
Baca juga: Misi Kota Hijau IKN Terancam Tambang Batu Bara Ilegal
“Menutup kesenjangan pembiayaan bukan hanya soal menyediakan modal, tetapi memperkuat sistem yang mengarahkan investasi ke proyek hijau,” jelas Farida.

Investor menahan diri karena penegakan kebijakan belum konsisten. Pemerintah daerah dan lembaga keuangan pun kesulitan menemukan proyek yang bankable.
Baca juga: Sejuk Tanpa AC, Solusi Bangunan Hemat Energi untuk Kota-kota Indonesia
Dari sisi pelaku usaha, situasi serupa terjadi. Pemilik proyek mengaku sulit menemukan produk pembiayaan hijau yang terjangkau dan sesuai kebutuhan. Pasar belum terhubung dengan baik, supply dan demand sama-sama mencari, tetapi tidak saling bertemu.
Dunia Usaha Butuh Insentif yang Nyata
Di Jakarta, kalangan pengembang mulai bergerak. Jakarta Property Institute (JPI) menginisiasi program bangunan berkelanjutan. Tetapi, menurut Direktur Eksekutifnya, Wendy Haryanto, beban biaya awal masih terlalu tinggi tanpa dukungan insentif.
Baca juga: Pendidikan Hijau, Jalan Baru Mempersiapkan Generasi Muda di Era Krisis Iklim
Pengembang berharap kebijakan seperti potongan PBB, mekanisme penghematan energi bertingkat, atau keringanan pajak lain yang bisa membuat investasi lebih rasional. Ide serupa disampaikan REI. Sertifikat bangunan hijau sudah lama berlaku, tetapi tak banyak diminati karena tidak menghasilkan keuntungan yang langsung terasa.
Selain itu, biaya sertifikasi juga menjadi hambatan. Green Building Council Indonesia menilai insentif yang tepat bisa menutup biaya tambahan tersebut dan memperluas adopsi di seluruh daerah.
Ekonomi hijau butuh bangunan hijau. Dan waktunya bergerak adalah sekarang. ***
- Foto: Tom Fisk/ Pexels – Kompleks gedung perkantoran di Jakarta dengan desain fasad modern yang memaksimalkan cahaya alami dan efisiensi energi. Lanskap urban seperti ini menggambarkan potensi besar bangunan hijau untuk menekan emisi di pusat-pusat pertumbuhan Indonesia.


