Ketahanan Pangan Indonesia di Bawah Bayang-bayang Krisis Iklim

INDONESIA tengah menghadapi ancaman serius terhadap ketahanan pangannya. Pemanasan global bukan sekadar isu lingkungan global, tetapi juga persoalan nyata yang menggerus fondasi produksi pangan nasional.

Kenaikan suhu bumi telah mengubah banyak hal. Di dunia pertanian, perubahan ini mempengaruhi hampir semua komoditas. Tanaman tak lagi tumbuh optimal, hasil panen menurun, dan risiko gagal panen meningkat akibat sebaran hama yang meluas.

Proses Bilogis Tanaman Terganggu

Pakar Pertanian dan Perubahan Iklim Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Dwi Apri Nugroho, menjelaskan bahwa setiap tanaman memiliki batas suhu ideal untuk tumbuh. Jika suhu naik melebihi ambang batas, proses biologis tanaman terganggu. Contohnya, tanaman teh dan kopi yang tumbuh di dataran tinggi membutuhkan suhu sejuk antara 13 hingga 25°C. Padi pun hanya bisa tumbuh optimal dalam kisaran 20 hingga 33°C.

“Saat suhu melebihi batas tersebut, pertumbuhan terganggu, bahkan bisa rusak total,” ujarnya menguti;p situs web resmi UGM.

Baca juga: Indonesia Investasikan Rp 155,5 Triliun untuk Ketahanan Pangan

Tak hanya itu. Perubahan iklim juga mengacaukan kalender tanam. Petani tak bisa lagi mengandalkan musim seperti dulu. Masa tanam dan panen jadi tidak menentu. Kebutuhan air meningkat drastis karena suhu tinggi mempercepat penguapan.

Bayu menyebut pentingnya adaptasi. Petani harus beralih ke varietas yang lebih tahan terhadap suhu ekstrem dan hemat air. “Kita perlu strategi baru. Tidak bisa lagi bertani seperti dulu,” katanya.

Masyarakat Kehilangan Akses Makanan Sehat

Dampaknya bukan hanya pada petani. Konsumen juga terdampak. Kualitas nutrisi tanaman berkurang. Kadar protein dan nitrogen menurun. Rasa, aroma, dan daya simpan hasil panen pun menurun.

“Ketika kualitas pangan menurun, masyarakat kehilangan akses terhadap makanan sehat dan bergizi. Ini masalah serius bagi masa depan generasi kita,” tegas Bayu.

Lahan pertanian di Indonesia semakin rentan terhadap perubahan iklim. Kenaikan suhu bumi menurunkan produktivitas dan kualitas hasil pangan. Foto: Ilustrasi/ Mike van Schoonderwalt/ Pexels.

Ketahanan pangan nasional pun terancam. Dalam jangka panjang, dampaknya bisa merembet ke stabilitas ekonomi dan sosial. Harga bahan pokok bisa melonjak, daya beli masyarakat turun, dan ketimpangan sosial meningkat.

Baca juga: Ancaman Monokultur, Keanekaragaman Pangan Dunia di Ujung Tanduk

Namun, harapan masih ada. Bayu menekankan perlunya reboisasi untuk memulihkan ekosistem penyangga iklim. Di sektor pertanian, inovasi menjadi kunci. Teknologi budidaya seperti hidroponik, pertanian presisi, dan pemanfaatan lahan pekarangan bisa menjadi solusi adaptif.

Pendampingan Petani Harus Ditingkatkan

Pemerintah pun diharapkan hadir lebih aktif. Pendampingan petani harus ditingkatkan. Penyuluhan terkait teknik tanam adaptif dan efisiensi air perlu diperluas. Akademisi juga berperan strategis dalam mengembangkan varietas unggul yang lebih tahan perubahan iklim.

Baca juga: Lahan Sawah Menyusut, Bisakah Indonesia Tetap Berdaulat Pangan?

Kolaborasi semua pihak menjadi fondasi untuk menjawab tantangan besar ini. Dengan strategi adaptif dan dukungan teknologi, Indonesia masih punya peluang untuk menjaga ketahanan pangannya di tengah krisis iklim.

Karena pada akhirnya, ketersediaan pangan bukan hanya soal isi piring, tapi juga soal masa depan bangsa. ***

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *