FENOMENA La Nina yang lemah diprediksi akan terjadi pada akhir 2024 hingga awal 2025. Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) melaporkan kemungkinan lebih dari 50% fenomena ini akan berlangsung antara Desember 2024 dan Februari 2025.
Meskipun intensitasnya diperkirakan tidak sekuat La Nina sebelumnya, dampaknya pada cuaca global dan Indonesia tetap besar, terutama dalam meningkatkan curah hujan yang memicu bencana hidrometeorologi.
La Nina: Menurunkan Suhu Laut, Meningkatkan Curah Hujan
La Nina terjadi ketika suhu permukaan laut di Samudera Pasifik menurun, yang berpotensi menghentikan tren suhu global yang memecahkan rekor. Fenomena ini dapat mengurangi suhu global dalam jangka pendek.
Namun, Sekretaris Jenderal WMO, Celeste Saulo, memperingatkan bahwa efek pendinginan ini tidak akan mampu mengimbangi pemanasan jangka panjang akibat gas rumah kaca. “Meski ada pendinginan, efek pemanasan tetap dominan,” ujar Saulo.
Di Indonesia, dampak fenomena La Nina lemah ini diperkirakan akan meningkatkan curah hujan hingga 20-40% lebih banyak dari rata-rata normal, terutama antara November 2024 hingga Maret 2025. Hal ini berpotensi menyebabkan bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, angin kencang, dan puting beliung, yang akan merusak infrastruktur dan mengancam keselamatan masyarakat.
Baca juga: Mangrove, Solusi Alami Hemat $855 Miliar untuk Banjir
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa fenomena La Nina lemah ini akan meningkatkan potensi curah hujan yang lebih tinggi di sebagian besar wilayah Indonesia.
Wilayah-wilayah seperti Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan Riau bagian barat diperkirakan akan menerima curah hujan lebih dari 2.500 mm per tahun, bahkan lebih. Sementara itu, wilayah lainnya, seperti Nusa Tenggara Timur dan Papua bagian tengah, berisiko mengalami curah hujan di bawah normal.
Sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi akan menerima curah hujan tahunan dalam kategori normal, berkisar antara 1.000 hingga 5.000 mm per tahun. Namun, 67% wilayah Indonesia diperkirakan akan mengalami curah hujan tinggi, yang meningkatkan risiko bencana alam yang merugikan kehidupan dan perekonomian masyarakat.

Penyimpangan Suhu Laut dalam Perubahan Iklim Indonesia
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi cuaca dan iklim di Indonesia pada 2025 adalah penyimpangan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Penyimpangan suhu ini berhubungan langsung dengan fenomena La Nina lemah yang mempengaruhi distribusi hujan di Indonesia. Perubahan suhu permukaan laut ini juga terkait dengan fenomena Indian Ocean Dipole (IOD), yang semakin memperburuk ketidakseimbangan cuaca di wilayah tropis.
BMKG juga mengungkapkan bahwa pola distribusi curah hujan di Indonesia dapat bervariasi, dengan sebagian besar wilayah mengalami peningkatan curah hujan yang tajam. Hal ini akan meningkatkan tantangan bagi masyarakat dan pemerintah dalam mengelola potensi bencana alam yang semakin sering terjadi.
Kesiapsiagaan dan Kolaborasi untuk Menghadapi Bencana
Menghadapi ancaman La Nina lemah dan bencana hidrometeorologi, kesiap-siagaan menjadi faktor kunci. Pemerintah, masyarakat, dan berbagai sektor terkait harus meningkatkan kolaborasi dalam merancang strategi mitigasi bencana. Peningkatan infrastruktur yang tahan bencana dan sistem peringatan dini menjadi sangat penting untuk mengurangi risiko kerusakan dan korban jiwa.
Di sisi lain, pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat, terutama petani dan daerah rawan bencana, juga penting untuk meminimalkan kerugian. Program mitigasi yang berbasis data cuaca dan iklim harus diperkuat agar dampak dari La Niña lemah ini dapat ditangani dengan lebih efektif.
Baca juga: 2024 Tahun Terpanas dalam Sejarah, Krisis Iklim Makin Nyata
Perubahan iklim yang terus berlanjut menjadikan fenomena La Niña sebagai bagian dari tantangan yang lebih besar. Dampaknya akan terasa di sektor-sektor vital Indonesia, terutama dalam hal ketahanan pangan, pengelolaan air, dan perlindungan terhadap bencana alam.
Oleh karena itu, pengetahuan yang lebih mendalam tentang iklim dan cuaca ekstrem serta penerapan kebijakan yang berkelanjutan akan menjadi langkah krusial untuk mengurangi dampak buruknya di masa depan. ***
- Foto: Ilustrasi/ El Jusuf/ Pexels.