PADA 2023, dunia menyaksikan sebuah peringatan serius: sungai-sungai di seluruh dunia mengering dengan kecepatan yang belum pernah terjadi dalam 30 tahun terakhir. Laporan terbaru dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menunjukkan bahwa lebih dari 50% daerah tangkapan air sungai global mengalami kondisi abnormal, dengan banyak yang mengalami defisit. Fenomena ini bukan hanya akibat faktor lokal, melainkan dampak luas dari perubahan iklim yang semakin terasa.
Krisis Air Global: Dampak Kekeringan dan Banjir
Di tahun yang tercatat sebagai tahun terpanas sepanjang sejarah, sungai-sungai besar dunia, seperti Gangga, Brahmaputra, dan Mekong di Asia, serta wilayah Amerika Utara, Tengah, dan Selatan, menghadapi penurunan debit air yang signifikan.
WMO mengidentifikasi bahwa perubahan iklim dan fenomena El Nino adalah dua faktor utama yang memperburuk kondisi ini.
Kekeringan Parah dan Kondisi Debit Sungai Rendah
Sebagian besar wilayah yang terdampak menunjukkan kondisi kekeringan yang meluas. Daerah-daerah yang sebelumnya bergantung pada pasokan air dari sungai besar kini merasakan dampak yang mengkhawatirkan. Kekeringan ekstrem yang terjadi pada 2022 dan 2023 membawa dampak yang lebih besar dibandingkan sebelumnya. Sungai yang biasanya menjadi sumber kehidupan kini menjadi gambaran nyata akan ketidakseimbangan alam yang terjadi.
Menurut Sekretaris Jenderal WMO, Celeste Saulo, perubahan iklim adalah salah satu indikator yang paling jelas dalam pola perubahan hidrologi dunia. “Curah hujan yang semakin ekstrem, banjir, dan kekeringan kini menjadi dampak langsung yang kami hadapi,” ujarnya.
Baca juga: ADB Genjot Pinjaman Iklim Demi Masa Depan Asia
Dengan suhu Bumi yang terus meningkat, siklus hidrologi menjadi lebih cepat dan tidak dapat diprediksi.
Hujan Deras dan Penguapan Tanah yang Cepat
Perubahan iklim juga mengubah pola hujan di banyak daerah. Hujan yang turun kini lebih deras, tetapi dalam waktu yang sangat singkat. Sebagai hasilnya, air hujan yang jatuh tidak dapat terserap dengan baik ke dalam tanah dan sering kali menyebabkan banjir bandang. Sementara itu, penguapan yang lebih cepat memperburuk kondisi kekeringan yang sudah mengancam banyak daerah.
Kondisi ini menunjukkan bagaimana perubahan iklim bukan hanya menyebabkan ketidakseimbangan dalam jumlah air yang ada, tetapi juga memperburuk bencana alam yang lebih sulit diprediksi. Banjir dan kekeringan, yang terjadi bersamaan di tempat-tempat yang berbeda, menciptakan tantangan besar bagi kehidupan manusia, ekosistem, dan ekonomi.

Krisis Air, Ancaman yang Semakin Nyata
Pada 2023, sebanyak 3,6 miliar orang mengalami kesulitan dalam mengakses air bersih selama setidaknya satu bulan dalam setahun. Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 5 miliar pada tahun 2050 jika kondisi ini terus berlanjut. Menurut laporan UN Water, ketidakpastian dalam akses terhadap air bersih dan aman adalah masalah yang harus segera ditangani dengan serius oleh semua negara di dunia.
Baca juga: Krisis Air Global, Ancaman Nyata yang Harus Ditangani Segera
Di Indonesia, meskipun banyak wilayah yang masih memiliki sumber daya air yang melimpah, ketidakmerataan distribusi air antarwilayah semakin memperburuk ketahanan air nasional. Sumber daya air di wilayah-wilayah tertentu sering kali terancam oleh overekstraksi, polusi, dan perubahan penggunaan lahan yang tidak terkendali.
Kolaborasi untuk Keberlanjutan Sumber Daya Air
Dengan adanya ancaman besar terhadap ketersediaan air, upaya untuk mengelola sumber daya air secara berkelanjutan menjadi sangat penting. Dalam hal ini, kebijakan berbasis data dan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta menjadi kunci dalam menghadapi krisis air global ini. Indonesia, dengan populasi yang besar dan keanekaragaman geografis, perlu meningkatkan peran serta semua pihak dalam menjaga keberlanjutan sumber daya air.
Baca juga: Pendanaan Iklim Belum Temui Titik Terang di COP29
Solusi yang ditawarkan bukan hanya terbatas pada pengelolaan air yang efisien, tetapi juga harus memperhatikan konservasi dan rehabilitasi ekosistem, seperti hutan dan daerah tangkapan air yang menjadi penyerap utama air hujan. Dalam jangka panjang, sistem pengelolaan air yang adil dan merata akan memastikan bahwa setiap individu memiliki akses yang cukup terhadap air bersih dan aman.
Baca juga: Menggugat Dana Perusak Alam di COP29
Dengan semakin meningkatnya dampak perubahan iklim, keberlanjutan sumber daya air adalah tanggung jawab bersama. Untuk memastikan masa depan yang lebih aman dan berkelanjutan, kita harus bekerja sama dalam mengurangi jejak karbon, menjaga ekosistem, dan mengelola sumber daya alam secara bijak. Tanpa tindakan nyata, krisis air yang semakin parah akan menjadi ancaman besar bagi kehidupan di Bumi. ***
- Foto: Suhail Zaib007/ Pexels.