Tekanan regulasi dan standar ESG memicu ledakan permintaan software akuntansi karbon. Tren ini mengubah cara perusahaan mengukur emisi dan mengelola risiko iklim.
PASAR software akuntansi karbon memasuki fase percepatan baru. UnivDatos memproyeksikan pasar ini akan tumbuh dengan CAGR 22,5 persen hingga 2033, menandakan pergeseran struktural dalam tata kelola emisi global.
Pemicunya jelas. Jurisdiksi besar seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, hingga pasar Asia mulai mengikat perusahaan dengan standar pelaporan emisi yang makin rinci dan wajib audit. Aturan seperti Corporate Sustainability Reporting Directive (CSRD) di Eropa, rancangan aturan pengungkapan iklim oleh SEC di AS, serta harmonisasi standar GHG Protocol, memaksa organisasi memperkuat akurasi data lingkungan mereka.
Ketidakpatuhan kini bukan sekadar risiko administratif. Perusahaan menghadapi potensi denda, gugatan hukum, hilangnya kepercayaan investor, hingga kerusakan reputasi. Dalam konteks tata kelola modern, kemampuan mengukur emisi setara dengan kemampuan mengelola risiko.
Baca juga: Indonesia Peringkat 3 Emisi Metana Tambang Batu Bara Global
Software akuntansi karbon hadir sebagai “jembatan” yang menyederhanakan proses yang selama ini bersifat manual dan tidak konsisten. Mulai dari mengumpulkan data energi, menghitung emisi rantai pasok, hingga menyiapkan laporan yang siap diaudit.
AI dan Cloud Jadi Mesin Utama Pertumbuhan
Percepatan teknologi digital mengubah perangkat lunak akuntansi karbon dari sekadar alat pelaporan menjadi infrastruktur manajemen risiko iklim. Integrasi AI, otomatisasi, dan analitik data memungkinkan perusahaan memetakan emisi secara real-time melintasi pabrik, pemasok, hingga aktivitas logistik global.
Baca juga: Ekonomi Karbon untuk Semua, Hutan dan Masyarakat Harus Sama-sama Untung
Solusi berbasis cloud juga mengambil porsi paling besar. Model cloud mengurangi biaya investasi awal, menambah fleksibilitas, dan memudahkan integrasi dengan berbagai sumber data. Untuk perusahaan multinasional, kemampuan menghubungkan data emisi dari jaringan operasi global menjadi nilai tambah penting.

Konektivitas cloud membuat software ini berkembang dari alat teknis menjadi sistem yang menopang keputusan strategis, mulai dari efisiensi energi, perencanaan dekarbonisasi, hingga simulasi dampak kebijakan iklim yang baru.
Amerika Utara Menjadi Pusat Inovasi
Wilayah dengan pertumbuhan paling dominan adalah Amerika Utara, yang saat ini memimpin pangsa pasar global. Kombinasi lingkungan regulasi yang matang, tekanan investor institusional, dan intensitas komitmen net-zero menjadikan kawasan ini pusat eksperimentasi dan adopsi teknologi keberlanjutan.
Perusahaan teknologi besar seperti Microsoft, BraveGen, SAP SE, Carbon Analytics, hingga Net0 memperkuat ekosistem inovasi tersebut. Mereka menyediakan platform yang tidak hanya menghitung emisi, tetapi juga mengintegrasikan skenario mitigasi dan modul pengambilan keputusan.
Baca juga: Jun Arima: Gas, Hidrogen, dan CCS Adalah Jalan Rasional Dekarbonisasi Asia Tenggara
Tekanan dari investor dan konsumen di AS dan Kanada juga mendorong perusahaan bergerak cepat. Transparansi karbon telah berubah menjadi standar pasar, bukan lagi inisiatif opsional. Dalam lanskap global, Amerika Utara memainkan peran sebagai pemicu standar baru yang kelak akan merambat ke Asia, termasuk Indonesia.
Bagi Indonesia, momentum ini penting. Ketika perusahaan global mensyaratkan data emisi yang terverifikasi sepanjang rantai pasok, eksportir Indonesia akan masuk ke ekosistem pelaporan yang jauh lebih ketat. Software akuntansi karbon berpotensi menjadi alat strategis bagi industri nasional untuk bertahan dalam ekonomi global yang makin berorientasi pada karbon. ***
- Foto: Ilustrasi/ Ron Lach/ Pexels – Tampilan visual dashboard digital mencerminkan percepatan adopsi software akuntansi karbon yang kini menjadi infrastruktur penting dalam tata kelola emisi perusahaan di era regulasi ketat.


