Transisi Energi Indonesia Terkendala Global, tapi Tetap Bergerak

DI TENGAH tekanan ekonomi global dan ketidakpastian geopolitik, Indonesia berupaya mempertahankan komitmennya pada transisi energi. Pekan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerima kunjungan Rachel Kyte, utusan khusus Inggris untuk iklim, di Jakarta. Dalam pertemuan itu, terungkap bahwa transisi energi dunia menghadapi hambatan serius.

Rantai Pasok dan Investasi Terhambat

Sri Mulyani menyoroti bagaimana disrupsi rantai pasok global memperlambat proses peralihan energi. Tidak hanya itu, pembahasan soal transisi energi bahkan makin jarang muncul dalam forum-forum internasional. Menurutnya, pelemahan ekonomi global membuat negara-negara kehilangan ruang fiskal untuk mendukung investasi energi hijau.

“Jika investasi melemah, maka proses transisi juga ikut tersendat. Ini bisa memperpanjang ketergantungan terhadap energi fosil,” ujarnya melalui akun Instagram resminya.

Fenomena ini tidak hanya berdampak pada agenda jangka panjang, tetapi juga memperparah ancaman iklim yang sudah nyata. Cuaca ekstrem, kenaikan permukaan air laut, dan krisis pangan menjadi pengingat akan pentingnya percepatan transisi energi.

Langkah Nyata Lewat Regulasi

Meski dihadapkan pada tantangan global, Indonesia tidak tinggal diam. Pemerintah melalui Kementerian ESDM resmi merilis Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2025 tentang peta jalan transisi energi di sektor ketenagalistrikan. Regulasi ini menjadi kerangka kerja penting menuju sistem energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Baca juga: Saat Dunia Bisnis Desak Percepatan Transisi Energi di Indonesia

Terdapat sembilan strategi utama yang dirumuskan. Mulai dari cofiring biomassa di PLTU, pembatasan pembangunan PLTU baru, hingga pengembangan teknologi energi terbarukan seperti green hydrogen dan PLTN.

Langkah lain yang signifikan adalah pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap dan pengembangan smart grid. Ini mencerminkan pergeseran dari sistem energi konvensional menuju jaringan listrik yang lebih cerdas, efisien, dan ramah lingkungan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani berdiskusi soal tantangan transisi energi bersama UK Special Representative for Climate Rachel Kyte di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (9/5/2025). Foto: Instagram/@smindrawati.

Komitmen Menuju Emisi Nol Bersih

Peta jalan ini juga selaras dengan komitmen Indonesia untuk mencapai emisi nol bersih (net zero emissions) pada 2060 atau lebih cepat. Dalam kerangka transisi ini, pembangkit listrik dari energi fosil secara bertahap akan digantikan oleh pembangkit dari sumber energi terbarukan.

Baca juga: Batu Bara Masih Jadi Andalan, ke Mana Arah Transisi Energi Indonesia?

Namun, tantangannya tak kecil. Kebutuhan investasi sangat besar, teknologi yang dibutuhkan pun belum merata. Di sisi lain, penguatan kapasitas SDM dan kesiapan infrastruktur juga menjadi PR besar bagi pemerintah.

Kolaborasi Internasional Kunci Sukses

Dalam konteks global, kunjungan Rachel Kyte dan Duta Besar Inggris Dominic Jermey menjadi sinyal penting. Kolaborasi lintas negara dibutuhkan untuk mendukung pendanaan, transfer teknologi, dan pertukaran pengetahuan.

Sri Mulyani menggarisbawahi bahwa menghadapi krisis iklim bukan sekadar soal pilihan, tapi sebuah keharusan moral dan strategis. “Urgensi ini tak bisa ditunda,” tegasnya.

Baca juga: Transisi Energi: Komitmen Menggebu, Aksi Masih Abu-abu

Menuju Listrik Bersih, Tantangan Baru Dimulai

Dengan regulasi dan kemauan politik yang kuat, Indonesia sedang membangun fondasi untuk masa depan energi yang lebih bersih. Namun, jalan menuju transisi tidak mudah. Dunia usaha, akademisi, hingga masyarakat sipil harus ikut terlibat aktif dalam perjalanan ini.

Keberhasilan Indonesia dalam menavigasi transisi energi di tengah turbulensi global akan menjadi tolok ukur keseriusan bangsa ini dalam menjaga masa depan lingkungan—dan keberlanjutan hidup generasi mendatang. ***

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *