UPAYA Indonesia menuju energi bersih mendapat babak baru. PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) menggandeng PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) dalam sebuah deklarasi bersama untuk membangun ekosistem green hydrogen berbasis panas bumi.
Langkah ini menandai masuknya energi panas bumi ke wilayah pemanfaatan baru, produksi hidrogen hijau. Bahan bakar masa depan yang dinilai mampu mengurangi emisi, sekaligus membuka peluang integrasi dengan industri otomotif berbasis hidrogen.
Panas Bumi, Sumber Energi yang Belum Dimaksimalkan
Selama ini, panas bumi lebih banyak dimanfaatkan untuk ketenagalistrikan. PGE ingin melampaui batas itu. Menurut Direktur Utama PGE, Julfi Hadi, hidrogen hijau adalah jalan baru untuk mengoptimalkan potensi panas bumi.
“Keekonomian memang masih tantangan, tetapi dengan ekosistem yang tepat, green hydrogen bisa menjadi solusi energi bersih yang aplikatif di Indonesia,” ujar Julfi.
Ia menambahkan, inisiatif ini bukan hanya bagian dari target dekarbonisasi nasional, tapi juga strategi memperkuat daya saing Indonesia di panggung global.
Baca juga: Raksasa Tertidur Panas Bumi, Bisakah Indonesia Bangun di 2030?
PGE sebelumnya sudah meluncurkan Pilot Project Green Hydrogen di Ulubelu, Lampung. Fasilitas ini memanfaatkan teknologi elektrolisis hemat energi untuk menghasilkan hidrogen dari panas bumi. Selain berfungsi sebagai pusat produksi, lokasi itu menjadi arena uji kelayakan komersial dan studi pasar untuk melihat potensi kebutuhan di fase berikutnya.
Toyota dan Ekosistem Kendaraan Hidrogen
Di sisi lain, Toyota telah lama mengembangkan kendaraan berbasis sel bahan bakar hidrogen. Kolaborasi dengan PGE bisa memberi jawaban atas tantangan utama, ketersediaan pasokan hidrogen bersih.
Direktur Teknik TMMIN, Widjanarko, menegaskan pihaknya siap mendukung studi dan pengembangan energi alternatif, termasuk integrasi dengan ekosistem otomotif. “Kemitraan ini akan membuka ruang untuk mendorong kendaraan rendah emisi, sejalan dengan arah industri global,” ujarnya.

Kerja sama PGE dan Toyota bukan yang pertama. Sebelumnya, keduanya sudah menyinggung proyek bioetanol, biodiesel dari sawit, hingga pengembangan pelumas ramah lingkungan. Namun, green hydrogen dianggap sebagai loncatan besar menuju masa depan energi bersih.
Tren Global, Tantangan Ekonomi
Indonesia memiliki cadangan panas bumi terbesar kedua di dunia. Potensi itu sejalan dengan tren global menuju hidrogen sebagai bahan bakar alternatif. Laporan International Energy Agency (IEA) menyebutkan, permintaan hidrogen hijau bisa tumbuh signifikan pada 2030, terutama di sektor transportasi, industri, dan penyimpanan energi.
Baca juga: Hidrogen Hijau Indonesia, Peluang Besar Terkunci Harga Tinggi
Namun, keekonomian masih menjadi batu sandungan. Biaya produksi hidrogen hijau relatif tinggi dibanding bahan bakar fosil. Karena itu, inovasi teknologi, model bisnis baru, dan dukungan kebijakan menjadi kunci keberhasilan.
“Yang dibutuhkan bukan hanya proyek, tapi ekosistem. Mulai dari regulasi, infrastruktur, hingga pasar yang siap menyerap,” kata Julfi menegaskan.
Langkah Strategis Menuju Transisi Energi
Deklarasi bersama PGE dan Toyota ini bisa dibaca sebagai sinyal bahwa Indonesia mulai serius membangun fondasi energi baru. Jika berhasil, Indonesia bukan hanya produsen panas bumi, tapi juga pemain penting dalam rantai nilai hidrogen global.
Dengan dukungan teknologi otomotif Toyota, inisiatif ini berpotensi melahirkan ekosistem kendaraan hidrogen di masa depan. Sebuah langkah yang selaras dengan visi dekarbonisasi, sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam peta transisi energi dunia. ***
- Foto: Dok. Pertamina – Dirut PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) Julfi Hadi bersama Direktur Teknik PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Widjanarko menandatangani komitmen kolaborasi studi pengembangan ekosistem green hydrogen di Indonesia.