KABAR hengkangnya Citigroup dan Bank of America (BofA) dari Net-Zero Banking Alliance (NZBA) kembali mengguncang dunia keuangan global. Sebagai aliansi bank internasional yang semula berkomitmen menekan emisi karbon hingga nol bersih pada 2050, langkah mundur ini bukan hanya mengejutkan. Tetapi, juga menimbulkan pertanyaan mendalam tentang masa depan keberlanjutan di sektor perbankan.
Langkah ini mengikuti keputusan serupa yang diambil Wells Fargo dan Goldman Sachs pada Desember 2024. Lantas, apa yang membuat empat nama besar dalam industri keuangan ini menarik diri dari inisiatif global yang bertujuan menangani krisis iklim?
Ambisi Net-Zero yang Diuji Realita
Net-Zero Banking Alliance dibentuk dengan tujuan mulia: mengurangi emisi karbon dari portofolio pinjaman dan investasi anggotanya hingga nol secara bersih. Namun, di balik visi ideal ini, tantangan besar terus mengintai. Salah satu tantangan utama adalah konflik antara kepentingan bisnis tradisional—yang masih bergantung pada bahan bakar fosil—dan tekanan untuk menjalankan kebijakan hijau yang ketat.
Citigroup, dalam pernyataannya, menyebut bahwa mereka tetap berkomitmen pada target net-zero, meski memilih untuk keluar dari NZBA. Bank ini mengklaim telah membuat kemajuan signifikan dalam upayanya sendiri menuju keberlanjutan. Bank of America, melalui pernyataan resminya, mengindikasikan bahwa mereka akan terus bekerja dengan klien untuk memenuhi kebutuhan keberlanjutan tanpa berada di bawah naungan aliansi ini.
Baca juga: Abu Dhabi Luncurkan Program MRV untuk Transisi Karbon
Namun, keputusan ini memunculkan kritik. Banyak pihak mempertanyakan apakah komitmen keberlanjutan yang mereka gaungkan hanyalah strategi pencitraan tanpa implementasi nyata.
Tekanan Politik dan Hukum, Faktor Penentu?
Langkah keluar dari NZBA tampaknya juga dipengaruhi oleh tekanan politik dan hukum yang meningkat. Bulan lalu, raksasa manajemen aset seperti BlackRock, Vanguard, dan State Street menghadapi gugatan dari Texas dan sepuluh negara bagian AS lainnya yang dipimpin Partai Republik. Gugatan tersebut menuduh mereka melanggar undang-undang antimonopoli melalui aktivisme iklim yang disebut-sebut mengurangi produksi batu bara dan menaikkan harga energi.
Baca juga: PBB: Krisis Iklim Semakin Parah, Dunia Harus Bertindak Sekarang
Tekanan politik seperti ini menempatkan bank dan lembaga keuangan dalam posisi sulit. Di satu sisi, mereka ingin mendukung inisiatif keberlanjutan. Di sisi lain, mereka menghadapi risiko kehilangan pasar dan kepercayaan klien di wilayah konservatif yang masih bergantung pada bahan bakar fosil.
Ke Mana Arah Perbankan Global?
Keluarnya sejumlah bank besar dari NZBA menjadi tanda bahwa dunia keuangan masih jauh dari konsensus global terkait keberlanjutan. Meski beberapa institusi berhasil membuat langkah maju, banyak yang justru mulai menarik diri dari kebijakan ambisius demi menjaga stabilitas bisnis.
Baca juga: New York Denda Perusahaan Fosil USD 75 Miliar, Langkah Keras Atasi Krisis Iklim
Namun, situasi ini tidak sepenuhnya suram. Sebagian bank kecil hingga menengah serta lembaga keuangan berbasis komunitas terus menunjukkan komitmen tinggi terhadap inisiatif hijau. Mereka percaya bahwa keberlanjutan adalah investasi jangka panjang, bukan sekadar beban tambahan.

Apa Dampaknya untuk Indonesia?
Bagi Indonesia, perkembangan ini memiliki implikasi besar. Sebagai negara berkembang dengan ketergantungan yang tinggi pada bahan bakar fosil, Indonesia membutuhkan dukungan keuangan global untuk beralih ke energi terbarukan. Namun, jika bank besar semakin ragu untuk berkomitmen pada keberlanjutan, ini bisa memperlambat laju transisi energi yang sangat diperlukan.
Baca juga: 5 Sektor Emisi yang Menantang Perjalanan Net Zero Indonesia 2060
Selain itu, keputusan ini juga menjadi pengingat bahwa regulasi nasional dan inisiatif lokal harus diperkuat. Bank-bank di Indonesia dapat belajar dari pengalaman ini dengan memastikan bahwa komitmen keberlanjutan tidak hanya menjadi tren global, tetapi juga diterapkan dalam praktik nyata.
Masa Depan Net-Zero, Masihkah Ada Harapan?
Meski langkah mundur ini terlihat sebagai kemunduran, tidak semua harapan hilang. Dunia keuangan terus berkembang, dan semakin banyak lembaga yang memahami bahwa keberlanjutan bukan hanya tanggung jawab moral, tetapi juga peluang ekonomi.
Pada akhirnya, keberlanjutan tidak hanya membutuhkan komitmen institusi besar, tetapi juga kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Langkah kolektif inilah yang akan menentukan apakah tujuan net-zero dapat dicapai atau hanya menjadi mimpi kosong. ***
- Foto: Ilustrasi/ Kaboompics/ Pexels.