Jejak Karbon AI, Tantangan Baru dalam Keberlanjutan Teknologi

TEKNOLOGI kecerdasan buatan (AI) terus berkembang pesat, tetapi dampak lingkungannya kini menjadi sorotan. Studi terbaru dari KnownHost mengungkap bahwa jejak karbon bulanan ChatGPT mencapai lebih dari 260.930 kg CO2, setara dengan 260 penerbangan Jakarta–Dubai. Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah inovasi AI bisa berjalan seiring dengan keberlanjutan?

Lonjakan Konsumsi Energi AI

Di balik tingginya emisi karbon AI, terdapat infrastruktur pusat data yang haus energi. Laporan Penggunaan Energi Pusat Data Amerika Serikat 2024 dari Berkeley Lab menunjukkan bahwa konsumsi daya pusat data meningkat lebih dari dua kali lipat antara 2017 dan 2023. Lonjakan ini disebabkan oleh kebutuhan operasional server dan sistem pendingin yang harus bekerja sepanjang waktu.

Baca juga: 90% Pemimpin Bisnis: AI Penentu Keberlanjutan Bisnis

Tren ini sejalan dengan laporan Badan Energi Internasional (IEA) tahun 2024, yang memproyeksikan konsumsi energi AI dan industri terkait bisa meningkat dua kali lipat pada 2026. Pusat data diperkirakan menyumbang sepertiga dari lonjakan tersebut. Tanpa intervensi signifikan, dampak lingkungan AI hanya akan bertambah seiring dengan semakin meluasnya penggunaannya.

Dampak Per Interaksi, AI Mana yang Paling Boros Energi?

Meskipun ChatGPT memiliki total emisi bulanan terbesar, beberapa platform AI lainnya menghasilkan lebih banyak CO2 per interaksi. Menurut Sustainability News, platform AI Rytr menghasilkan 10,1 gram CO2 per tampilan halaman, sedangkan Spellbook 6,5 gram. Baca juga: Baca juga: Spesialis Keberlanjutan, Karier Hijau yang Melesat di Era AI. Sebagai perbandingan, dampak per tampilan ChatGPT hanya 1,59 gram CO2. Artinya, meskipun ChatGPT lebih banyak digunakan, efisiensi energinya masih lebih baik dibandingkan beberapa pesaingnya.

Pusat data AI menyumbang emisi karbon besar. ChatGPT saja setara 260 penerbangan Jakarta–Dubai setiap bulan. Bagaimana masa depan teknologi hijau? Foto: Ilustrasi/ Matheus Bertelli/ Pexels.

Upaya Pengurangan Jejak Karbon AI

Untungnya, sektor teknologi mulai merespons tantangan ini. CEO KnownHost, Daniel Pearson, menegaskan pentingnya keseimbangan antara inovasi dan keberlanjutan. Beberapa inisiatif yang sudah diterapkan meliputi:

  • Optimalisasi kode untuk mengurangi pemrosesan yang tidak perlu.
  • Pendinginan cair dan desain aliran udara efisien guna menekan konsumsi energi.
  • Peningkatan penggunaan energi terbarukan, seperti tenaga surya dan angin.

Baca juga: AI dan Energi Hijau, Sinergi Masa Depan Indonesia

Keberhasilan mengurangi emisi AI tidak hanya bergantung pada perusahaan teknologi, tetapi juga pada kebijakan yang lebih ketat serta tekanan dari pengguna. Dengan pendekatan yang lebih berkelanjutan, masa depan AI yang ramah lingkungan bukanlah hal yang mustahil. ***

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *