Karyawan Dunia Merasa Perusahaan Belum Serius Atasi Perubahan Iklim

PERUBAHAN iklim semakin nyata, tetapi apakah perusahaan benar-benar melakukan cukup untuk menghadapinya? Sebuah survei global baru mengungkapkan keraguan karyawan terhadap upaya keberlanjutan di tempat kerja.

Deloitte, sebuah firma jasa profesional global, baru-baru ini merilis hasil survei yang melibatkan lebih dari 20.000 responden dari lebih dari 20 negara. Survei ini merupakan bagian dari Consumer Signals Surveys yang telah berlangsung sejak 2021, dengan fokus pada sikap masyarakat terhadap perubahan iklim.

Hasilnya? Sebanyak 63% karyawan merasa bahwa perusahaan mereka belum berbuat cukup untuk mengatasi tantangan perubahan iklim dan keberlanjutan. Angka ini meningkat dari 55% pada survei pertama tahun 2021.

Namun, yang menarik, survei menunjukkan bahwa minat karyawan untuk pindah ke perusahaan yang lebih berkelanjutan justru menurun. Jika pada 2021 sebanyak 30% responden mempertimbangkan untuk mencari pekerjaan baru di perusahaan yang lebih peduli lingkungan, angka ini turun menjadi hanya 21% pada survei terbaru.

Keberlanjutan di Tempat Kerja, Isu yang tak Bisa Diabaikan

Ketidakpuasan karyawan terhadap komitmen keberlanjutan perusahaan mereka dapat menjadi sinyal penting bagi dunia korporasi. Di era di mana perubahan iklim berdampak langsung pada kehidupan banyak orang, tempat kerja tak lagi sekadar ruang produktivitas, tetapi juga arena untuk mewujudkan aksi nyata melawan krisis iklim.

Baca juga: AS Mundur dari Perjanjian Paris, Dampak bagi Iklim dan Indonesia

Sayangnya, Deloitte mencatat bahwa meski banyak karyawan menyadari urgensi perubahan iklim, sebagian besar merasa perusahaan hanya melakukan langkah minimalis. Tantangan terbesar? Menjembatani harapan karyawan dengan kebijakan perusahaan yang konkret.

Cuaca Ekstrem dan Perilaku Konsumen

Tidak hanya di tempat kerja, perubahan iklim juga berdampak langsung pada kehidupan pribadi. Sebanyak 56% responden melaporkan mengalami setidaknya satu peristiwa cuaca ekstrem dalam enam bulan terakhir. Tren ini meningkat di hampir semua negara sejak survei pertama. Di Jepang, misalnya, 89% responden mengalami cuaca ekstrem pada 2024, meningkat 21 poin dari 2021.

Survei Deloitte 2025 mengungkapkan 63% karyawan global merasa perusahaan mereka belum cukup serius mengatasi krisis iklim dan isu keberlanjutan. Foto: Markus Spiske/ Pexels.

Kondisi ini mendorong perubahan perilaku konsumsi global. Sebanyak 60% responden menyatakan telah mengubah aktivitas pribadi dan pola pembelian untuk lebih ramah lingkungan. Generasi muda (18-34 tahun) menjadi kelompok paling responsif, dengan 62% melaporkan perubahan perilaku mereka.

Baca juga: 2035: Ancaman Iklim, Polusi, dan Risiko Teknologi Mengintai Dunia

Namun, keberlanjutan tidak hanya berarti mengubah kebiasaan. Survei mencatat bahwa 47% responden membeli produk berkelanjutan dalam empat minggu terakhir, dan 37% rela membayar lebih untuk barang atau jasa yang diproduksi secara ramah lingkungan.

Perubahan Iklim Mengubah Pilihan Hidup

Tidak hanya kebiasaan konsumsi, perubahan iklim juga memengaruhi cara orang memilih tempat tinggal. Sebanyak 20% responden muda berusia 18-34 tahun mengaku telah atau sedang mempertimbangkan untuk pindah demi mengurangi dampak iklim. Selain itu, 25% lainnya menyatakan bahwa perubahan iklim akan menjadi faktor pertimbangan utama saat memutuskan pindah ke tempat baru.

Baca juga: PBB: Krisis Iklim Semakin Parah, Dunia Harus Bertindak Sekarang

Kebutuhan Aksi Nyata dari Perusahaan

Dengan semakin banyak orang merasakan dampak perubahan iklim, ada peluang besar bagi perusahaan untuk menunjukkan komitmen mereka terhadap keberlanjutan. Namun, upaya ini tidak cukup jika hanya menjadi “pemanis” dalam laporan tahunan. Perusahaan perlu mengambil langkah konkret, seperti berinvestasi dalam rantai pasok berkelanjutan, mengurangi emisi karbon operasional, dan melibatkan karyawan dalam inisiatif lingkungan.

Baca juga: Tahun Terpanas, Negosiasi Iklim 2024 Masih Belum Menunjukkan Harapan

Sebagai salah satu isu global terpenting, keberlanjutan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan individu, tetapi juga perusahaan. Dengan lebih banyak karyawan menyuarakan pentingnya aksi iklim, dunia bisnis memiliki kesempatan emas untuk membuktikan bahwa mereka bukan hanya entitas profit, tetapi juga aktor penting dalam menjaga masa depan planet ini.

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *