INDONESIA menegaskan ambisi besar, menjadi produsen listrik panas bumi terbesar di dunia pada 2030. Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) menyebut target ini realistis karena negeri ini menyimpan potensi panas bumi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan jalan terjal yang harus ditempuh.
Sejak PLTP Kamojang Unit 1 mulai beroperasi pada 1983, kapasitas terpasang nasional baru menyentuh sekitar 11% dari total potensi. Artinya, lebih dari 80% energi panas bumi masih terkubur tanpa pemanfaatan. Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, menilai perkembangan lambat ini hanya bisa dipacu dengan terobosan kebijakan.
Kunci dari Negara Tetangga
Filipina menjadi contoh paling mencolok. Negara kepulauan itu berhasil mengonversi 48% potensi panas buminya menjadi kapasitas terpasang. Selain insentif fiskal, seperti tax holiday, bebas bea impor, dan accelerated depreciation, dukungan terbesar datang dari kebijakan Transco, perusahaan transmisi listrik nasional, yang memberi jaminan distribusi penuh listrik panas bumi. Kepastian infrastruktur membuat investasi lebih menarik dan risiko lebih rendah.
Baca juga: Potensi Panas Bumi RI Besar, tapi Mengapa Investasinya Tersendat?
Meksiko juga berhasil mencatat rasio 40% berkat reformasi energi. Kebijakan yang awalnya tertutup berubah dengan membuka pintu bagi pengembang swasta dan asing. Hasilnya, pertumbuhan kapasitas PLTP meningkat signifikan.
Turki menghadirkan kisah berbeda. Hanya dalam satu dekade, kapasitas panas bumi melonjak 328% berkat Undang-Undang Energi Terbarukan (EBET). Kebijakan feed-in tariff dengan jaminan pembelian 10 tahun, bonus bagi produsen komponen lokal, hingga kompensasi kerugian investor menjadi paket yang ampuh mengerek kepercayaan pasar.

Tantangan Indonesia
Menurut Komaidi, tanpa intervensi kebijakan, pengembangan panas bumi di Indonesia akan tetap berjalan lambat karena hanya mengandalkan mekanisme business-to-business. Ada lima langkah yang bisa diprioritaskan:
- Mengelola risiko eksplorasi dan mempercepat tanggal operasi komersial (COD).
- Menata skema tarif agar kompetitif dengan dukungan pembiayaan yang kuat.
- Memperkuat kolaborasi stakeholder, terutama dengan PLN sebagai offtaker tunggal.
- Mengembangkan teknologi baru untuk mempercepat eksplorasi dan produksi.
- Meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) melalui industrialisasi manufaktur.
Baca juga: Indonesia, Raksasa Panas Bumi Dunia yang Belum Terbangun
Momentum Transisi Energi
Target 2030 hadir di tengah desakan global agar Indonesia mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Panas bumi, yang beroperasi 24 jam tanpa terikat cuaca, dinilai sebagai sumber energi terbarukan paling stabil untuk menopang transisi energi nasional.
Baca juga: Indonesia Incar Posisi Terdepan dalam Energi Panas Bumi Global
Namun, percepatan hanya mungkin jika pemerintah menciptakan ekosistem yang ramah bagi investor, melindungi risiko eksplorasi, dan memberi insentif fiskal yang jelas. Belajar dari Filipina, Meksiko, dan Turki, kunci keberhasilan bukan sekadar potensi, tetapi kepastian regulasi.
Jika langkah-langkah itu dijalankan konsisten, bukan tidak mungkin Indonesia akan benar-benar mewujudkan ambisi sebagai raksasa panas bumi dunia. ***
- Foto: Dok. Kementerian ESDM – Uap panas bumi dari sumur produksi di PLTP Kamojang, Jawa Barat. Indonesia sudah 42 tahun mengembangkan panas bumi, tapi pemanfaatannya baru 11% dari total potensi.