Menyiasati Kesenjangan Pendanaan SDGs dengan Teknologi dan Inovasi

KESENJANGAN pendanaan untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Arif Satria, menyoroti pentingnya pendekatan kolaboratif, inovatif, dan berbasis teknologi untuk menjawab persoalan ini.

Dalam SDGs Lecture yang diselenggarakan Bappenas pada Jumat (17/1/2025), Arif menjelaskan langkah-langkah konkret yang dapat diambil untuk mendukung keberlanjutan di berbagai sektor.

Pendanaan SDGs, Perlu Kontribusi Beragam Pihak

Selama ini, pembiayaan SDGs mengandalkan sumber-sumber tradisional seperti pajak dan skema pendanaan dari lembaga keuangan internasional maupun sektor swasta. Namun, kesenjangan masih terasa. “Kontribusi masyarakat, baik melalui filantropi global, crowdfunding, maupun bentuk pembiayaan campuran lainnya, sangat diperlukan,” kata Arif.

Baca juga: Misi Besar Indonesia, 100% Air dan Sanitasi Layak 2030

Menurutnya, melibatkan individu dan perusahaan dalam mendukung inisiatif SDGs bisa menjadi solusi. Crowdfunding, misalnya, berpotensi menggerakkan partisipasi publik secara luas. Selain itu, pemerintah juga didorong untuk memanfaatkan teknologi, terutama artificial intelligence (AI), guna mengoptimalkan pendanaan dan pelaporan dampak.

Teknologi sebagai Kunci Optimalisasi

Arif menegaskan bahwa teknologi dapat memainkan peran strategis dalam mempercepat pencapaian SDGs. Dengan AI, pemerintah dapat melacak aliran pendanaan, mengidentifikasi kesenjangan, serta mengukur efektivitas kebijakan. Di sektor energi, misalnya, investasi pada energi terbarukan dapat didorong melalui kebijakan pendanaan yang lebih inklusif.

“AI bisa membantu kita memaksimalkan alokasi sumber daya sehingga lebih efisien,” ujar Arif. Pendekatan ini tidak hanya mempercepat transisi energi tetapi juga membantu mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

Ketahanan Pangan dan Inovasi Pertanian

Isu ketahanan pangan juga menjadi perhatian utama. Arif mengungkapkan bahwa inovasi di bidang pertanian cerdas dan regeneratif, diversifikasi pangan, serta pemberdayaan petani kecil harus ditingkatkan. Namun, tantangan terbesar terletak pada karakteristik petani di Indonesia yang sangat beragam.

Baca juga: Perhutanan Sosial, Kunci Swasembada Pangan dan Energi

“Petani kita masih ada di berbagai kelas—dari 0.0 hingga 3.0. Dibandingkan dengan Amerika Serikat, kita menghadapi kompleksitas yang lebih besar,” ungkapnya. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan spesifik untuk setiap kelompok petani, termasuk pendidikan teknologi dan akses pasar.

Pentingnya inovasi, teknologi, dan kontribusi masyarakat dibahas sebagai solusi untuk menutup kesenjangan pendanaan SDGs dalam SDGs Lecture Bappenas. Foto: Wikipedia.

IPB sendiri telah meluncurkan inovasi unggulan seperti padi IPB 3S dan IPB 9G. Padi IPB 9G, yang mampu menghasilkan hingga 12 ton per hektare, dirancang untuk menghemat penggunaan pupuk dan air hingga 30 persen serta tahan terhadap penyakit. Inovasi ini, menurut Arif, menunjukkan bahwa pertanian modern dapat sejalan dengan prinsip keberlanjutan.

Peran Universitas dalam Keberlanjutan

Sebagai lembaga pendidikan, IPB terus mendorong technopreneurship dan kewirausahaan sosial. Melalui program-program ini, mahasiswa tidak hanya diajak berinovasi tetapi juga diberdayakan untuk menciptakan solusi nyata di lapangan. Salah satu bentuk keberhasilan adalah kemitraan sosial yang membuka akses pasar bagi produk-produk petani hingga ke pasar global.

“Kita ingin petani kita bisa bersaing di pasar modern. Dengan pendidikan dan pemberdayaan yang tepat, mereka mampu menghasilkan produk berkualitas tinggi,” ujar Arif.

Baca juga: Krisis Air Global, Ancaman Nyata yang Harus Ditangani Segera

Arif menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor, baik antara pemerintah, swasta, masyarakat, maupun institusi pendidikan. “Kita harus membangun ekosistem keberlanjutan yang inklusif, di mana semua pihak bisa berkontribusi,” tambahnya.

Dengan pendekatan holistik dan inovatif, Indonesia diharapkan mampu menjawab tantangan SDGs sambil menjaga keseimbangan ekologi, sosial, dan ekonomi. ***

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *