NZBA Bubar, Kredibilitas Transisi Hijau Kini Bertumpu pada Regulasi dan Pasar

KETIKA Net-Zero Banking Alliance (NZBA) resmi mengumumkan pembubarannya, Jumat lalu, babak baru iklim keuangan global pun dimulai. Aliansi yang dibentuk pada 2021 di bawah naungan UNEP Finance Initiative (UNEP FI) itu, semula dianggap tonggak penting untuk mendorong bank-bank dunia mengarahkan portofolio pembiayaan ke jalur net-zero pada 2050.

Pada puncaknya, NZBA mengikat hampir 150 bank yang menguasai lebih dari 40% aset perbankan global. Namun, ambisi kolektif itu kini berakhir akibat tekanan politik, ketidakpastian regulasi, dan dinamika geopolitik yang menggeser prioritas keuangan.

Tarik Mundur dan Tekanan Politik

Perpecahan dalam aliansi mulai terasa sejak kemenangan kembali Donald Trump dalam pemilu AS. Pemerintahannya yang pro-eksplorasi minyak dan gas memicu gelombang penarikan diri bank-bank besar AS, seperti JPMorgan Chase, Bank of America, dan Goldman Sachs.

Baca juga: Aliansi Net Zero Retak Lagi

Gelombang ini menular ke Kanada, Jepang, hingga Barclays yang hengkang pada Agustus. Dalam pernyataan resminya, Barclays menyebut, “Dengan keluarnya sebagian besar bank global, organisasi ini tidak lagi memiliki dukungan untuk menjalankan transisi.”

Agar tetap bertahan, NZBA sempat melonggarkan standar dengan mengubah pedoman yang semula mengikat menjadi sekadar panduan. Namun, langkah itu justru menimbulkan kritik dari LSM dan investor yang mempertanyakan kredibilitas komitmen iklim aliansi ini.

Dari Aliansi Menjadi Pusat Referensi

Dalam pernyataan terakhirnya, NZBA menegaskan pembubaran aliansi dan beralih menjadi pusat sumber daya. Dokumen panduan seperti Guidance for Climate Target Setting for Banks akan tetap tersedia bagi publik, namun tanpa mekanisme pemantauan maupun penegakan.

“Bank-bank di seluruh dunia dapat tetap menggunakan sumber daya ini untuk mengembangkan rencana transisi masing-masing,” demikian pernyataan NZBA.

Perubahan ini menghapus mekanisme akuntabilitas kolektif yang menjadi kekuatan NZBA. Tekanan untuk memastikan portofolio perbankan sejalan dengan Perjanjian Paris kini bergeser kembali ke tangan regulator, investor, dan masyarakat sipil.

Reaksi Masyarakat Sipil

Bagi kelompok advokasi, bubarnya NZBA adalah kemunduran.
“Ini sangat mengecewakan. Bank-bank terbesar di dunia memilih menjauh dari akuntabilitas untuk mencegah dampak terburuk krisis iklim,” kata Co-Director Corporate Engagement di ShareAction, Jeanne Martin, kepada wartawan.

Martin mendesak para bankir senior untuk lebih berani menegakkan standar akuntabilitas iklim. “Mereka memiliki pengaruh besar untuk memastikan keuangan bergerak sejalan dengan upaya menahan pemanasan global di bawah 1,5°C,” ujarnya.

Dampak terhadap Arsitektur Keuangan Iklim Global

Bubarnya NZBA menimbulkan pertanyaan serius bagi Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) yang menaungi sektor keuangan lintas industri, mulai dari asuransi, manajer aset, hingga dana pensiun.

Bagi eksekutif, investor, dan pembuat kebijakan, masalah utamanya kini adalah kredibilitas. Tanpa komitmen kolektif bank-bank global, rezim regulasi regional, seperti EU’s Corporate Sustainability Reporting Directive (CSRD), undang-undang pengungkapan iklim di California, atau taksonomi pembiayaan transisi di Asia, diperkirakan akan menjadi penentu utama akuntabilitas.

Baca juga: Bank Besar Mundur dari Aliansi Net-Zero, Apa Sebabnya?

Tren ini juga menandai pergeseran lanskap keuangan hijau yang lebih terfragmentasi secara regional. Bank-bank Eropa tetap berada di bawah kewajiban ketat untuk merencanakan dan melaporkan transisi iklim, sementara bank-bank AS menghadapi tekanan politik yang menyulitkan keterlibatan dalam aliansi multilateral.

Desain Grafis: Daffa Attarikh/ SustainReview.

Pelajaran bagi Dunia dan Indonesia

Pembubaran NZBA menunjukkan bahwa inisiatif sukarela rentan terhadap dinamika politik dan kepentingan jangka pendek. Bagi Indonesia, yang tengah memperkuat pasar karbon domestik dan mengembangkan kerangka pembiayaan transisi, pelajaran utamanya adalah pentingnya dukungan kebijakan dan kerangka hukum yang tegas agar komitmen net-zero tidak sekadar janji di atas kertas.

Sebagaimana dikatakan seorang penasihat kebijakan iklim di Brussels, “Ini bukan akhir dari upaya perbankan menuju net-zero. Ini akhir dari janji kolektif. Selanjutnya, regulator, pemegang saham, dan nasabah yang akan menentukan arah pergerakan modal.”

Kini, ujian terbesar adalah apakah sektor keuangan global tetap berperan dalam pembiayaan dekarbonisasi di tengah ketidakhadiran aliansi global seperti NZBA. Untuk memastikan transisi menuju ekonomi rendah karbon, dibutuhkan kombinasi kemauan politik, instrumen pasar, dan kejelasan regulasi yang tak lagi bisa digantungkan pada komitmen sukarela semata. ***

Foto: SevenStorm Juhaszimrus/ PexelsGedung bank-bank global di London, simbol runtuhnya aliansi perbankan hijau.

Bagikan