Gugatan Perdata KLH, Langkah Tegas Pulihkan DAS Ciliwung dan Bekasi

JAKARTA kembali diterjang banjir. Hujan deras yang mengguyur Jabodetabek pekan lalu menyebabkan ribuan rumah terendam, aktivitas lumpuh, dan kerugian material yang tak sedikit. Di tengah upaya pemulihan, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengambil langkah hukum tegas.

Gugatan perdata kini disiapkan terhadap pihak-pihak yang dinilai bertanggung jawab atas kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dan Bekasi, dua wilayah krusial yang kerap menjadi penyebab utama bencana banjir di ibu kota.

Tindakan Tegas, Bukan Sekadar Wacana

Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa KLH tidak hanya mengandalkan seruan moral, tetapi juga tindakan hukum konkret. “Kami sudah melayangkan surat paksaan pembongkaran mandiri kepada empat entitas di wilayah DAS Ciliwung dan Bekasi. Langkah berikutnya adalah gugatan perdata,” ujarnya di Purwakarta, Sabtu (8/3/2025).

Baca juga: Banjir Jakarta Bermula di Puncak, Krisis Tata Ruang yang Terabaikan

Pemerintah juga tengah mengkaji 33 penyewa atau tenant lain di hulu DAS Ciliwung dan Bekasi yang berpotensi memperburuk kondisi ekosistem. Diskusi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sedang berlangsung untuk menginventarisasi unit usaha yang beroperasi di wilayah tersebut. Langkah ini bertujuan mengembalikan fungsi hulu sungai agar banjir tidak terus berulang.

Mengapa DAS Ciliwung dan Bekasi Krusial?

Sebagai urat nadi ekosistem di Jabodetabek, DAS Ciliwung dan Bekasi memiliki peran vital dalam sistem drainase alami kota. Sayangnya, alih fungsi lahan, pembangunan tak terkendali, serta pencemaran telah memperparah daya tampung sungai.

“Tidak ada kata lain, kita wajib memulihkan lanskap ini. Jika tidak, banjir akan terus terjadi, menyebabkan kerugian besar, baik secara material maupun korban jiwa,” tegas Hanif.

Baca juga: Krisis Hulu Ciliwung, Penyegelan Bukan Solusi Akhir

Masalah utama di hulu adalah penyusutan daerah resapan air akibat ekspansi industri dan permukiman. Di hilir, sedimentasi dan penyempitan sungai memperburuk aliran air, menyebabkan genangan berkepanjangan. Tanpa intervensi serius, siklus ini akan terus berulang.

Luapan Sungai Ciliwung menyebabkan Jalan Pasar Baru Selatan, Jakarta Pusat, tergenang air pada 2020, mengingatkan pentingnya restorasi DAS untuk mencegah banjir berulang. Foto: Antara.

Tanggung Jawab Bersama

KLH menekankan bahwa perlindungan DAS bukan hanya tugas pemerintah, tetapi tanggung jawab semua pihak, termasuk pelaku usaha dan masyarakat. “Siapa pun yang berada di wilayah lanskap hulu harus menjaga ekosistemnya. Ini bukan sekadar aturan, tapi kebutuhan bersama,” ujar Hanif.

Dalam praktiknya, banyak perusahaan yang beroperasi di kawasan hulu tidak menerapkan prinsip keberlanjutan dengan baik. Analisis dampak lingkungan sering diabaikan, dan pemanfaatan ruang tak selalu sesuai regulasi. KLH berkomitmen untuk menindak tegas pelanggaran ini melalui jalur hukum.

Restorasi DAS, Apa yang Harus Dilakukan?

Selain tindakan hukum, pemerintah berencana menerapkan pendekatan rehabilitasi ekosistem berbasis alam (nature-based solutions). Program penanaman kembali vegetasi asli, penguatan daerah tangkapan air, serta pembatasan izin usaha di kawasan rawan bencana menjadi bagian dari strategi jangka panjang.

Baca juga: Banjir Jakarta dan Evaluasi Bendungan Ciawi-Sukamahi, Solusi atau Gagal Fungsi?

KLH juga menggandeng berbagai pihak, termasuk komunitas lingkungan dan akademisi, untuk menyusun solusi berbasis data yang dapat diimplementasikan secara efektif. Edukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga ekosistem sungai juga menjadi agenda utama dalam strategi pemulihan ini.

Keberlanjutan atau Bencana Berulang?

Langkah KLH dalam menggugat pihak-pihak yang merusak DAS Ciliwung dan Bekasi bisa menjadi preseden penting dalam upaya menegakkan keadilan lingkungan. Namun, keberhasilannya akan bergantung pada konsistensi penegakan hukum serta partisipasi aktif semua pemangku kepentingan.

Baca juga: Banjir Jabodetabek dan Ancaman Tata Ruang yang Terabaikan

Banjir Jakarta bukan sekadar fenomena alam, tetapi konsekuensi dari pengelolaan lingkungan yang tidak berkelanjutan. Tanpa perbaikan fundamental, ancaman ini akan terus menghantui ibu kota. Kini, pertanyaannya adalah: apakah kita akan memilih keberlanjutan atau membiarkan bencana ini berulang? ***

  • Foto: Afif Ramdhasuma/ Pexels Sungai Ciliwung di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, merupakan bagian dari Kanal Ciliwung yang melintasi Jalan Antara dan Jalan Pasar Baru Selatan, memainkan peran penting dalam sistem drainase kota.
Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *