Menteri Virtual Albania dan Masa Depan ESG Governance di Sektor Publik

ALBANIA mencetak sejarah. Perdana Menteri Edi Rama resmi memperkenalkan Diella, sosok menteri yang bukan manusia, melainkan kecerdasan buatan (AI). Diella diberi mandat mengawasi seluruh tender publik, menjadikannya menteri virtual pertama di dunia.

Rama meyakini, dengan kehadiran Diella, proses pengadaan barang dan jasa akan menjadi “100 persen transparan dan bebas korupsi.” Seperti dilaporkan France 24 dan Arab News (12/9), langkah ini sekaligus menjadi simbol komitmen Albania melawan praktik suap dan kolusi di sektor publik.

Tender publik adalah titik rawan korupsi di banyak negara. Indonesia pun tak luput, di mana KPK mencatat mayoritas kasus korupsi berawal dari pengadaan barang dan jasa. Albania mencoba mengatasinya dengan cara yang radikal: menyerahkan kewenangan penuh kepada algoritma.

Rama menegaskan, Diella akan membuat setiap dana yang masuk ke prosedur tender tercatat secara digital dan terbuka. Dari perspektif ESG, langkah ini menunjukkan upaya memperkuat pilar governance, mendorong keterbukaan, akuntabilitas, dan integritas dalam tata kelola negara.

Dilema Etika Algoritma

Namun, janji “menteri incorruptible” tidak otomatis menjawab semua keraguan. AI memang tak bisa disuap, tetapi algoritma dibangun oleh manusia. Siapa yang menulis kode, menentukan kriteria, dan memilih data, semua itu bisa memengaruhi hasil akhir.

Baca juga: Physical AI dan Masa Depan Industri Hijau

Di sinilah muncul pertanyaan krusial, siapa yang mengaudit algoritma? Bagaimana memastikan kode sumber terbuka, transparan, dan bebas dari kepentingan tersembunyi? Dalam konteks ESG, isu ini berkaitan dengan etika AI yang kini tengah jadi perhatian serius Uni Eropa melalui EU AI Act.

Teknologi sebagai Branding Politik

Uniknya, Albania tidak menempatkan AI hanya sebagai alat di belakang layar. Rama memberi Diella wajah avatar, nama yang berarti “matahari” dalam bahasa Albania, bahkan posisi formal dalam kabinet. Dengan itu, AI tampil sebagai aktor politik.

Avatar Diella, menteri AI pertama di dunia asal Albania, ditampilkan dalam busana tradisional. Kehadirannya menjadi simbol transparansi dan modernisasi tata kelola publik. Foto: X/ @airnewsalerts.

Strategi ini bisa dibaca sebagai branding politik. Rama ingin menunjukkan kepada publik domestik dan internasional bahwa Albania serius melawan korupsi, sekaligus memperkuat posisinya untuk bergabung dengan Uni Eropa pada 2030. Dibandingkan Estonia yang terkenal dengan e-governance dan Singapura dengan smart nation, Albania memilih cara lebih provokatif, memberi AI status menteri.

Implikasi bagi Dunia Usaha dan ESG

Kebijakan ini berdampak langsung pada dunia bisnis. Perusahaan yang ingin masuk tender di Albania harus berhadapan dengan sistem digital yang tak bisa dilobi. Jika berhasil, model ini bisa menjadi rujukan untuk fair procurement bahkan green procurement di masa depan.

Baca juga: Lonjakan Listrik Akibat AI, Inovasi Berhadapan dengan Keberlanjutan

Investor global juga akan menilai, apakah Albania mampu menjadikan birokrasi berbasis AI sebagai competitive advantage? Jika iya, ini akan memperkuat citra negara sebagai pionir dalam tata kelola publik yang transparan. Nilai yang kini semakin diperhatikan dalam indikator ESG.

Pelajaran untuk Indonesia

Indonesia sebenarnya sudah memiliki sistem e-procurement lewat LPSE. Namun, kasus korupsi di sektor pengadaan masih marak. Pertanyaan penting, apakah kita siap menyerahkan keputusan publik pada mesin?

Mungkin jalan tengah lebih realistis. AI bisa membantu mempersempit ruang manipulasi, tetapi pengawasan manusia tetap diperlukan untuk menjaga nilai-nilai demokrasi dan akuntabilitas.

Baca juga: Masa Depan Bertani Ada di Tangan AI dan Robot

Diella adalah eksperimen berani dari sebuah negara kecil yang ingin menunjukkan diri di panggung global. Jika sukses, Albania bisa memimpin arah baru, birokrasi berbasis AI yang transparan dan dipercaya. Tetapi jika gagal, Albania akan menjadi peringatan bahwa politik dan teknologi tidak bisa dipisahkan begitu saja.

Bagi dunia, khususnya negara berkembang, kisah Diella adalah undangan untuk merenungkan masa depan. Apakah kita siap membiarkan mesin menentukan jalannya tata kelola publik? ***

  • Foto: Firstpost – Perdana Menteri Albania Edi Rama memperkenalkan Diella sebagai menteri virtual pertama di dunia. Langkah ini menjadi bagian dari strategi antikorupsi dan upaya menuju keanggotaan Uni Eropa 2030.
Bagikan