Amerika Temukan Zat Radioaktif di Cengkih, Ujian Besar Kepercayaan Ekspor Indonesia

PERINGATAN datang dari luar negeri. Temuan dugaan kontaminasi Cesium-137 (Cs-137) oleh Amerika Serikat pada produk cengkih dan udang asal Indonesia memantik keprihatinan global. Bukan sekadar isu teknis, kasus ini mengguncang kepercayaan terhadap keamanan rantai pasok ekspor Indonesia.

Otoritas pengawas pangan dan obat Amerika (FDA) memblokir impor rempah dari sebuah pabrik di Surabaya pada akhir September 2025 setelah menemukan dugaan paparan Cs-137. Produk yang terindikasi kemudian dikembalikan ke Indonesia untuk pemeriksaan ulang (re-impor). Temuan serupa sebelumnya juga terjadi pada udang beku yang diekspor PT Bahari Makmur Sejati (BMS).

Cs-137 adalah isotop radioaktif yang memancarkan radiasi beta dan gamma. Zat ini kerap muncul sebagai residu limbah industri atau sisa bahan bakar nuklir. Jika terlepas ke lingkungan, ia dapat mencemari tanah dan rantai pangan, serta berisiko bagi kesehatan manusia.

Langkah Amerika ini menjadi sinyal keras bagi Indonesia. Dalam ekosistem perdagangan global, satu temuan pada produk tertentu dapat merusak reputasi seluruh komoditas serupa. Eksportir cengkih dan udang pun cemas, sementara pemerintah dituntut merespons cepat dan transparan.

Klarifikasi Surabaya, Sorotan ke Cikande

Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan hasil penelusuran di pabrik cengkih Surabaya menunjukkan kondisi aman. “Hasil penelusurannya, kita tidak temui cemaran di pabriknya,” ujar Hanif di Jakarta, Sabtu (4/10), seusai penandatanganan kerja sama saling pengakuan (MRA) dengan lembaga standar karbon global Verra.

Pemantauan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) menunjukkan tingkat radiasi di fasilitas itu hanya 0,04–0,07 mikrosievert, angka yang lazim muncul secara alami. Pemerintah kini menunggu hasil pemeriksaan ulang produk yang dikembalikan Amerika untuk memastikan status keamanan cengkih.

Berbeda dengan Surabaya, sumber kontaminasi Cs-137 yang nyata ditemukan di Kawasan Industri Modern Cikande, Serang, Banten. Material dengan radiasi tinggi terdeteksi di sebuah pabrik pengolahan besi yang diduga terkait dengan kasus pada produk udang BMS.

Dekontaminasi dan Ujian Tata Kelola

Satuan tugas yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan, dengan dukungan KLH, Bapeten, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta tim Gegana Polri kini memusatkan upaya dekontaminasi di Cikande. Material radioaktif diangkut ke fasilitas penyimpanan sementara yang aman, sementara pemerintah menyiapkan pemantauan kesehatan bagi warga sekitar.

Baca juga: KLH Bawa Pencemar Radiasi Cesium-137 di Cikande ke Meja Hijau

Kasus ini menyingkap celah pengawasan limbah industri berbahaya dan kesenjangan kesiapan Indonesia menghadapi standar ketat pasar global. Di tengah upaya memperluas pasar ekspor dan menggaungkan komitmen keberlanjutan, insiden ini menjadi pengingat bahwa keamanan lingkungan dan kesehatan publik tidak bisa diabaikan.

“Prioritas kita adalah melindungi kesehatan publik sekaligus menjaga kepercayaan terhadap komoditas ekspor,” kata Hanif.

Momentum Perbaikan Sistem

Para pengamat perdagangan menilai kasus ini harus menjadi momentum memperkuat sistem manajemen limbah berbahaya, memperketat sertifikasi keamanan produk, dan memastikan transparansi data lingkungan. Tanpa langkah cepat dan tegas, kepercayaan pasar bisa tergerus dan memicu hambatan nontarif di negara mitra dagang.

Dengan klarifikasi bahwa pabrik cengkih di Surabaya aman dan fokus penanganan di Cikande, pemerintah berupaya memulihkan citra Indonesia sebagai pemasok produk pangan dan rempah yang aman dan berkelanjutan. Namun, keberhasilan tidak hanya diukur dari penanganan insiden, melainkan juga dari perbaikan tata kelola yang mampu mencegah kasus serupa di masa depan. ***

Bagikan