BANJIR bandang yang melanda Jabodetabek pada awal Maret 2025 meninggalkan jejak kerugian yang tidak main-main. Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bahwa total kerugian akibat bencana ini mencapai Rp 1,69 triliun.
Dalam hitungan hari, air bah menyapu permukiman, infrastruktur, dan perekonomian warga, memperlihatkan betapa rentannya kawasan urban terhadap ancaman cuaca ekstrem.
Bekasi Paling Terdampak
Berdasarkan rekapitulasi yang diterima BNPB dalam rapat koordinasi tingkat menteri di Kemenko PMK, dampak terbesar dialami Kabupaten Bekasi dengan total nilai kerusakan dan kerugian mencapai Rp 680 miliar. Kota Bekasi mencatat kerugian terbesar, yakni Rp 878,6 miliar, meskipun tidak ada laporan kerusakan fisik.
Baca juga: Banjir Jabodetabek dan Ancaman Tata Ruang yang Terabaikan
Jakarta juga terdampak dengan total kerugian Rp 1,92 miliar, disusul Kabupaten Bogor Rp 96,7 miliar, Kota Depok Rp 28,8 miliar, dan Kabupaten Tangerang Rp 5,06 miliar. BNPB menekankan bahwa angka-angka ini mencerminkan beban ekonomi yang berat bagi masyarakat dan pemerintah daerah.
Kerugian Perumahan Rp 1,344 Triliun
Sektor perumahan menjadi yang paling terpukul dengan nilai kerusakan dan kerugian mencapai Rp 1,344 triliun. Ribuan rumah terendam, menyebabkan warga kehilangan tempat tinggal serta barang berharga. Infrastruktur publik tak luput dari dampak, dengan total kerusakan senilai Rp 45,88 miliar dan gangguan akses transportasi serta fasilitas umum yang menambah beban hingga Rp 110 miliar.
Baca juga: Hutan Menyusut, Beton Meluas: Bagaimana Masa Depan Jabodetabek?

Banjir juga menghantam sektor ekonomi, menyebabkan penurunan aktivitas usaha dengan total kerugian Rp 144,27 miliar. Kerugian sosial yang mencakup layanan kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan bantuan sosial tercatat mencapai Rp 36,78 miliar.
Konsekuensi Buruknya Tata Kelola Lingkungan
Fenomena ini kembali menegaskan bahwa banjir bukan sekadar bencana alam, tetapi juga konsekuensi dari tata kelola lingkungan yang belum maksimal. Urbanisasi yang pesat, alih fungsi lahan, serta berkurangnya area resapan air memperburuk dampak hujan ekstrem.
Baca juga: Dari Situ Hilang hingga Sungai Dangkal, Wajah Suram Tata Ruang Jabodetabek
Pemerintah terus berupaya menanggulangi masalah ini melalui berbagai strategi mitigasi, termasuk Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) untuk mengendalikan intensitas hujan. BNPB juga telah menyalurkan bantuan operasional, logistik, dan peralatan senilai Rp 8,225 miliar untuk mendukung penanganan bencana.
Baca juga: Banjir Jakarta Bermula di Puncak, Krisis Tata Ruang yang Terabaikan
Ke depan, langkah konkret perlu diambil untuk mengurangi risiko serupa. Penguatan infrastruktur hijau, optimalisasi sistem drainase, dan peningkatan kapasitas mitigasi bencana harus menjadi prioritas. Tanpa perencanaan yang matang dan tindakan nyata, ancaman banjir akan terus menjadi momok bagi wilayah perkotaan. Jabodetabek butuh solusi jangka panjang, bukan sekadar respons darurat saat bencana datang. ***
- Foto: Ilustrasi/ Pok Rie/ Pexels.