Asia-Pasifik Tertinggal dalam SDGs karena Lambatnya Transisi Energi Bersih

UN ESCAP memperingatkan kawasan Asia-Pasifik bahwa dominasi bahan bakar fosil dan ketimpangan sosial menghambat pencapaian target SDGs 2030.

ASIA-Pasifik menjadi episentrum pertumbuhan ekonomi global selama tiga dekade terakhir. Namun, menurut Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik (UN ESCAP), Armida Salsiah Alisjahbana, keberhasilan tersebut belum mampu menjamin pembangunan berkelanjutan yang merata.

“Kisah sukses ini belum selesai. Ketimpangan tetap mencolok, terlalu banyak pekerja yang masih berada di sektor informal, dan dampak lingkungan terus meningkat,” kata Armida dalam forum ASIAXCHANGE25, di Jakarta, Selasa (7/10).

UN ESCAP mencatat, sebagian besar negara di kawasan ini tertinggal dari jalur yang dibutuhkan untuk memenuhi target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030. Ketimpangan sosial dan ekonomi, serta ancaman perubahan iklim, membuat capaian yang sudah diraih terancam tergerus.

“Banyak negara menghadapi realitas ganda. Kemajuan di satu sisi, namun kesenjangan dan risiko yang bisa menghapus hasil pembangunan selama bertahun-tahun di sisi lain,” ujar Armida.

Desain Grafis: Daffa Attarikh/ SustainReview.

Transisi Energi dan Krisis Emisi

Armida menyoroti sektor energi sebagai titik kritis. Kawasan Asia saat ini mengonsumsi hampir separuh energi dunia, tetapi bahan bakar fosil tetap menjadi sumber utama. Akibatnya, Asia-Pasifik kini menjadi penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia, sementara aksi iklim justru melambat.

Ia menekankan urgensi memisahkan pertumbuhan ekonomi dari emisi karbon dan eksploitasi sumber daya alam. “Meningkatkan skala energi terbarukan dan teknologi bersih adalah keharusan,” tegasnya.

Baca juga: Elektrifikasi Asia-Pasifik Hampir Tuntas, tapi Transisi Energi Masih Tertinggal

Pernyataan ini menjadi pengingat bagi negara-negara di kawasan, termasuk Indonesia, untuk mempercepat investasi dan kerja sama lintas batas dalam mengembangkan energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, panas bumi, dan hidrogen hijau.

Beban Ketimpangan Sosial

Selain masalah iklim, struktur pasar tenaga kerja di Asia-Pasifik masih rapuh. UN ESCAP mengungkapkan, hampir dua pertiga pekerja di kawasan ini masih berada di sektor informal tanpa perlindungan sosial. “Tanpa sistem perlindungan yang lebih kuat, ketimpangan akan semakin dalam,” ujar Armida.

Urbanisasi yang pesat dan pertumbuhan demografi juga menimbulkan tekanan baru bagi infrastruktur, layanan publik, dan ketahanan sosial di banyak negara berkembang di kawasan.

Jalan Perubahan, Kolaborasi dan Reformasi

UN ESCAP bekerja sama dengan negara-negara di kawasan untuk mengatasi hambatan ini. Program yang dijalankan mencakup:

  • Peta Jalan Energi Berkelanjutan (SDG 7 Roadmap) untuk mendorong transisi energi bersih.
  • Penguatan kerja sama energi lintas batas untuk memperbaiki akses energi yang adil dan efisien.
  • Strategi digital inklusif untuk memperluas peluang ekonomi dan menekan ketimpangan.
  • Dukungan dalam memperkuat ketahanan terhadap bencana yang meningkat akibat perubahan iklim.

Baca juga: Asia Pasifik Jadi Pusat Baru Pembiayaan Iklim Global

Armida menekankan, kemajuan yang dicapai selama tiga dekade terakhir tidak boleh hilang akibat krisis iklim dan ketidaksetaraan. Reformasi kebijakan yang inklusif, disertai pembiayaan inovatif seperti blended finance untuk SDGs, menjadi kunci agar kawasan ini dapat keluar dari jebakan pembangunan yang timpang dan intensif karbon.

Perspektif untuk Indonesia

Sebagai salah satu ekonomi terbesar di kawasan, Indonesia memiliki posisi penting dalam memimpin transisi hijau di Asia-Pasifik. Target Net Zero Emission (NZE) 2060 dan komitmen untuk meningkatkan energi terbarukan harus diperkuat dengan kebijakan yang mempercepat investasi hijau dan memperluas perlindungan sosial.

Baca juga: Asia di Persimpangan, Peluang 200 Juta Pekerjaan Hijau Dibayangi Kesenjangan Pembangunan

Kesenjangan pembangunan yang tinggi, ketergantungan pada batu bara, dan rendahnya inklusi keuangan menjadi tantangan yang perlu segera diatasi agar Indonesia tidak hanya menjadi pengikut, tetapi juga motor penggerak pencapaian SDGs di kawasan.

Laporan UN ESCAP mengingatkan bahwa keberhasilan ekonomi Asia-Pasifik tidak cukup untuk memastikan keberlanjutan. Negara-negara di kawasan, termasuk Indonesia, dituntut untuk menggeser paradigma pembangunan menuju ekonomi hijau dan inklusif dengan kebijakan yang menyeimbangkan pertumbuhan, pemerataan, dan perlindungan lingkungan. ***

  • Foto: Thanh Binh/ Pexels Turbin angin di pesisir saat matahari terbenam, menjadi simbol dorongan transisi energi hijau di kawasan Asia-Pasifik.
Bagikan