Indah di langit, berisiko di Bumi. Gerhana Bulan Total membawa pasang maksimum yang bisa memicu banjir rob.
FENOMENA langit akan hadir pada 7 September 2025. Indonesia berkesempatan menyaksikan Gerhana Bulan Total atau Blood Moon, saat Bulan tampak merah menyala akibat pembiasan cahaya Matahari oleh atmosfer Bumi. Peristiwa kosmik ini indah dipandang, tetapi juga membawa pesan serius bagi masyarakat pesisir.
Menurut pakar antariksa BRIN, Thomas Djamaluddin, gerhana Bulan memicu dampak serupa fase purnama, yaitu pasang maksimum. Air laut naik lebih tinggi dari biasanya dan dapat menyebabkan banjir rob. Fenomena ini akan sangat terasa di kawasan pesisir utara Jawa, Jakarta, Semarang, hingga Pekalongan, yang memang rawan rob.
Bagi nelayan dan warga pesisir, pasang maksimum bukan sekadar data astronomi, melainkan kenyataan sehari-hari yang berhubungan langsung dengan ruang hidup mereka. Saat laut naik, aktivitas ekonomi terganggu, rumah terendam, dan kesehatan lingkungan pun terancam.
Krisis Iklim Perparah Dampak
Banjir rob bukan hanya akibat gravitasi Bulan. Krisis iklim memperburuk situasi. Kenaikan muka laut global membuat pasang yang seharusnya sementara bisa menjadi bencana lebih permanen. Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) memperkirakan kenaikan muka laut bisa mencapai lebih dari satu meter pada akhir abad ini jika emisi tidak ditekan.

Dengan kata lain, setiap fenomena alam seperti gerhana Bulan menjadi semacam “pengingat” tentang kerentanan pesisir Indonesia di tengah perubahan iklim.
Momentum Edukasi dan Adaptasi
Fenomena Gerhana Bulan Total seharusnya tidak hanya dirayakan sebagai tontonan langit, tetapi juga dijadikan momentum edukasi. Literasi astronomi dapat digabungkan dengan kesadaran iklim. Komunitas lokal, pemerintah daerah, hingga sekolah-sekolah bisa menjadikan momen ini sebagai sarana belajar tentang keterkaitan Bumi, laut, dan atmosfer.
Selain itu, perlu strategi adaptasi yang lebih kuat. Mulai pembangunan tanggul laut, tata ruang pesisir yang lebih berkelanjutan, hingga sistem peringatan dini yang melibatkan warga. Fenomena langit hanya berlangsung semalam, tapi dampak rob bisa menghantui jauh setelahnya.
Baca juga: Krisis Air Tanah dan Banjir Rob, Ancaman Serius Jakarta 2030
Gerhana Bulan Total 7 September adalah pengingat bahwa Bumi bukan hanya panggung kosmik, tapi juga ruang hidup yang rapuh. Saat kita menatap ke langit menikmati warna merah Bulan, ingatan kita seharusnya juga tertuju pada pesisir yang bergulat dengan air pasang.
Fenomena astronomi dan krisis ekologi saling terkait. Dari Blood Moon di langit, kita ditantang untuk mewujudkan aksi nyata di Bumi. Menekan emisi, melindungi pesisir, dan membangun kesadaran kolektif akan perubahan iklim. ***
- Foto: Goorge Desipris/ Pexels – Bulan tampak oranye kemerahan saat Gerhana Bulan Total, fenomena yang populer disebut Blood Moon. Warga Indonesia bisa menyaksikannya pada 7 September 2025.


