NEPAL tengah mengubah peta pariwisatanya. Pemerintah negara Himalaya ini baru saja mengumumkan kebijakan membebaskan izin pendakian untuk 97 puncak gunung di dua provinsi terpencil, Karnali dan Sudurpaschim. Kebijakan tersebut bukan sekadar promosi wisata, melainkan bagian dari strategi mengurangi tekanan di jalur pendakian populer seperti Gunung Everest.
Sebanyak 77 puncak berada di Karnali dan 20 puncak lainnya di Sudurpaschim, dengan ketinggian antara 5.870 hingga 7.132 meter di atas permukaan laut. Wilayah ini selama puluhan tahun terisolasi karena akses jalan yang terbatas, jalur pendakian berat, dan fasilitas publik yang minim.
“Ini adalah beberapa bagian paling terpencil di Nepal. Meskipun keindahannya menakjubkan, jumlah wisatawan sangat rendah karena akses yang sulit. Kami berharap kebijakan ini dapat mengubah itu,” kata Direktur Departemen Pariwisata Nepal, Himal Gautam, dikutip dari The Independent (5/9/2025).
Baca juga: Teknologi Aklimatisasi Baru, Mendaki Everest Tak Lagi Butuh Waktu Berminggu-minggu
Langkah ini juga terkait dengan aturan baru. Setiap pendaki yang ingin menaklukkan Everest wajib terlebih dahulu mendaki gunung di Nepal dengan ketinggian di atas 7.000 meter. Artinya, puncak seperti Saipal (7.030 m), Api (7.132 m), dan Api West (7.076 m) bisa menjadi “ajang pemanasan” sebelum mendaki puncak tertinggi dunia.
Dari Everest ke Ekonomi Lokal
Dalam beberapa tahun terakhir, Everest menghadapi tantangan serius. Terutama kepadatan jalur, sampah, hingga meningkatnya angka kematian pendaki. Mahkamah Agung Nepal bahkan memerintahkan pembatasan izin pendakian untuk melindungi gunung ini.
Dengan kebijakan baru, pemerintah mencoba mengalihkan arus wisatawan ke daerah lain. Selain meredakan tekanan di Everest, strategi ini diharapkan menggerakkan ekonomi lokal di Karnali dan Sudurpaschim—dua provinsi dengan Indeks Pembangunan Manusia terendah di Nepal.

Pelaku usaha sekaligus anggota Dewan Pariwisata Nepal, Rajendra Lama, menilai langkah ini menjanjikan. Namun, ia mengingatkan pentingnya koordinasi. “Kita membutuhkan upaya terkoordinasi antara sektor publik, swasta, dan masyarakat, serta publisitas yang agresif. Baru setelah itu Karnali dan Sudurpaschim akan menemukan tempatnya di peta pendakian gunung,” ujarnya.
Selain pariwisata, wilayah ini juga berpotensi menjadi pusat penelitian iklim. Puncak-puncak Himalaya merupakan laboratorium alami untuk mempelajari dampak perubahan iklim dan bagaimana komunitas lokal beradaptasi.
Biaya Everest Naik, Alternatif Makin Menarik
Ironisnya, di saat izin 97 puncak digratiskan, biaya mendaki Everest justru naik signifikan. Mulai September 2025, izin naik dari 11.000 menjadi 15.000 dolar AS (sekitar Rp230 juta) untuk musim pendakian utama. Meski mahal, Everest tetap menjadi sumber pendapatan terbesar. Pada 2024, Nepal meraup 5,92 juta dolar AS dari izin pendakian, dengan Everest menyumbang 76% atau sekitar 4,52 juta dolar AS.
Baca juga: Nanoplastik di Pegunungan Alpen, Ancaman tak Terlihat dari Partikel Ban
Namun, pola baru mulai terlihat. Dengan biaya Everest yang kian tinggi dan akses puncak-puncak baru yang gratis, destinasi alternatif di Karnali dan Sudurpaschim bisa menjadi primadona baru. Bagi wisatawan dan pendaki internasional, ini bukan hanya soal menaklukkan puncak, tetapi juga ikut mendorong pariwisata berkelanjutan yang memberi manfaat nyata bagi masyarakat lokal.
Menuju Wisata Gunung yang Berkeadilan
Nepal memiliki lebih dari 3.310 gunung di atas 5.500 meter. Dari jumlah itu, 461 telah dibuka untuk ekspedisi komersial, sementara 102 belum pernah didaki sama sekali. Dengan kekayaan alam sebesar ini, Nepal kini berupaya keluar dari bayang-bayang Everest.
Baca juga: Gunung Fuji tanpa Salju di Oktober, Pertama dalam 130 Tahun
Kebijakan baru ini adalah sinyal bahwa pariwisata tak lagi sekadar mengejar jumlah wisatawan, melainkan menata ulang arah pembangunan. Wisata gunung harus memberi ruang bagi kelestarian lingkungan sekaligus peningkatan kesejahteraan komunitas di wilayah terpencil.
Bila strategi ini konsisten, Nepal bisa menjadi contoh global bagaimana wisata petualangan dipadukan dengan prinsip keberlanjutan. ***
- Foto: Vertex Holiday/ Pexels – Deretan puncak Himalaya di Nepal yang kini jadi alternatif baru selain Everest. Pemerintah membebaskan izin mendaki 97 gunung untuk mendorong pariwisata berkelanjutan.


