Perusahaan Top Dunia Berlomba Tetapkan Target Karbon

PERSAINGAN untuk mencapai keberlanjutan semakin ketat di antara perusahaan top dunia. Hasil survei terbaru KPMG 2024 menunjukkan 95% perusahaan terbesar global telah menetapkan target pengurangan karbon, menegaskan bahwa keberlanjutan kini menjadi bagian tak terpisahkan dari strategi bisnis mereka.

KPMG adalah perusahaan jasa profesional multinasional yang bergerak di bidang akuntansi, audit, dan penasihatan. Perusahaan ini tercatat sebagai salah satu dari empat perusahaan akuntan publik terbesar di dunia,

Laporan KMPG ini menyoroti bagaimana regulasi seperti Corporate Sustainability Reporting Directive (CSRD) Uni Eropa mulai memengaruhi praktik perusahaan, bahkan sebelum diterapkan secara wajib. Bagaimana implikasi tren ini untuk perusahaan dan pelaku keberlanjutan di Indonesia?

95% Perusahaan Global Miliki Target Karbon

Di antara 250 perusahaan terbesar dunia (G250), sebanyak 95% kini menetapkan target pengurangan karbon. Angka ini meningkat signifikan dari 80% pada 2022. Ini menunjukkan bahwa komitmen terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca menjadi standar baru bagi korporasi global.

Namun, target ini bukan sekadar angka. Di bawah regulasi CSRD, perusahaan di Eropa harus membuktikan dampak nyata melalui kerangka double materiality. Artinya, mereka tidak hanya fokus pada dampak lingkungan terhadap bisnis, tetapi juga bagaimana bisnis memengaruhi lingkungan.

Baca juga: Kredit Karbon Indonesia, Kunci Perangi Perubahan Iklim Global

Bagi pelaku bisnis di Indonesia, tren ini patut diperhatikan. Dengan kebijakan global seperti Taksonomi Hijau dan potensi regulasi serupa di tingkat nasional, menetapkan target karbon dan membangun sistem pelaporan yang transparan bisa menjadi keunggulan kompetitif.

Kepemimpinan Keberlanjutan, Kunci Transformasi

Sebagaimana lansiran ESG News, sebanyak 56% perusahaan G250 kini menunjuk pemimpin keberlanjutan, meningkat dari 45% pada 2022. Hal ini mencerminkan perubahan cara pandang korporasi terhadap keberlanjutan sebagai bagian inti dari strategi bisnis.

Peran ini melampaui sekadar “simbol”. Pemimpin keberlanjutan berfungsi sebagai penggerak perubahan, memastikan bahwa inisiatif ESG (lingkungan, sosial, tata kelola) diterapkan di seluruh rantai nilai.

Baca juga: Reforestasi 12,7 Juta Hektar Hutan Indonesia Memikat Dunia

Indonesia, dengan tantangan unik seperti deforestasi dan pengelolaan limbah, membutuhkan kepemimpinan yang serupa. Praktisi keberlanjutan lokal dapat belajar dari strategi global untuk membangun tim yang fokus pada dampak jangka panjang.

Hutan sebagai penyangga kehidupan menjadi elemen penting dalam upaya keberlanjutan global. Pelaporan biodiversitas kini diadopsi oleh 50% perusahaan top dunia, menunjukkan bahwa konservasi hutan bukan hanya kewajiban ekologis, tetapi juga strategi bisnis yang berdampak jangka panjang. Foto: Hong Son/ Pexels.

Mengaitkan Keberlanjutan dengan Insentif Eksekutif

Tren menarik lainnya adalah pengaitan keberlanjutan dengan kompensasi eksekutif. Sebanyak 30% dari 100 perusahaan terbesar dunia kini menjadikan pencapaian target ESG sebagai salah satu indikator kinerja utama.

Di Indonesia, langkah ini masih jarang diadopsi. Namun, bagi perusahaan yang ingin menarik investor global, menerapkan kebijakan semacam ini dapat meningkatkan kredibilitas sekaligus kepercayaan pemangku kepentingan.

Biodiversitas Mulai Diperhatikan

Survei ini juga menunjukkan lonjakan pelaporan tentang biodiversitas. Sebanyak 50% perusahaan G250 kini melaporkan dampaknya terhadap keanekaragaman hayati.

Baca juga: Mempercepat Ekonomi Karbon, Langkah Strategis Keberlanjutan Indonesia

Indonesia, dengan kekayaan biodiversitas yang luar biasa, memiliki peluang besar. Pelaporan tentang perlindungan habitat, rehabilitasi lahan, atau pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan bisa menjadi narasi positif sekaligus daya tarik di pasar global.

Voluntary vs Mandatory: Dua Pendekatan yang Berjalan Beriringan

Meski regulasi keberlanjutan semakin ketat, banyak perusahaan tetap menggunakan panduan sukarela seperti GRI (Global Reporting Initiative ) dan TCFD (Task Force on Climate-related Financial Disclosures).

Di Indonesia, perusahaan dapat memanfaatkan standar ini untuk memulai perjalanan keberlanjutan mereka. Dengan semakin berkembangnya kesadaran publik, pelaporan yang transparan tidak hanya menjadi kewajiban moral, tetapi juga investasi reputasi.

Peluang bagi Indonesia

Laporan KPMG 2024 menandai pergeseran paradigma global menuju keberlanjutan sebagai bagian dari bisnis yang biasa. Perusahaan Indonesia, baik di sektor agribisnis, manufaktur, maupun energi, perlu mempersiapkan diri menghadapi tuntutan pelaporan yang lebih kompleks.

Baca juga: Pasar Karbon, Kunci Pendapatan Besar Negara yang Terabaikan

Dengan memanfaatkan pengalaman global, perusahaan dapat memperkuat posisinya di pasar internasional sekaligus memberikan kontribusi nyata terhadap keberlanjutan. ***

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *