INDONESIA tengah memetakan jalan baru menuju masa depan yang lebih hijau. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen pada 2030, seiring penciptaan 1,8 juta lapangan kerja hijau. Ambisi ini bukan sekadar angka, melainkan bagian dari strategi besar untuk menjadikan pembangunan lebih berkelanjutan dan inklusif.
Transformasi menuju ekonomi hijau menjadi kata kunci. Dalam forum internasional yang digelar di Bali, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan komitmen pemerintah dalam mendorong pertumbuhan rendah karbon, berbasis energi bersih, dan berorientasi sirkular.
“Ekonomi hijau bukan pilihan, melainkan kebutuhan,” ujar Airlangga. Ia menyoroti pentingnya menggabungkan pertumbuhan ekonomi dengan perlindungan lingkungan, khususnya dalam mendukung agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
Transisi Energi, dari Target ke Implementasi
Langkah konkret yang ditempuh antara lain percepatan transisi energi. Pemerintah menargetkan kapasitas energi terbarukan mencapai 75 gigawatt dalam 15 tahun ke depan. Energi matahari, hidro, panas bumi, dan bahkan nuklir akan menjadi tulang punggung bauran energi nasional.
Baca juga: Bank Dunia Beberkan Peluang Ekonomi Hijau Indonesia
Namun, jalan menuju energi bersih bukan tanpa tantangan. Hambatan pembiayaan, tumpang tindih regulasi, hingga keterlibatan masyarakat menjadi pekerjaan rumah besar. Pemerintah menyadari bahwa keberhasilan transisi energi sangat bergantung pada sinergi lintas sektor.
Hilirisasi dan UMKM dalam Ekosistem Hijau
Selain energi, strategi hilirisasi juga menjadi sorotan. Hilirisasi nikel, misalnya, tidak hanya bertujuan meningkatkan nilai tambah komoditas, tetapi juga membentuk fondasi ekosistem kendaraan listrik nasional. Industri baja tahan karat juga menjadi bagian dari upaya memperkuat daya saing industri nasional di era baru ini.

Tidak kalah penting, sektor UMKM juga digandeng dalam transformasi ini. Dengan target penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp300 triliun pada 2025, pemerintah ingin memastikan UMKM tak tertinggal dalam arus perubahan. Akses terhadap pembiayaan yang ramah lingkungan menjadi kunci agar pelaku usaha kecil bisa naik kelas.
Baca juga: Tembok Tinggi Perdagangan Indonesia, Tantangan bagi Ekonomi Berkelanjutan
Investasi Hijau dan Kolaborasi Global
Transformasi ini tak bisa berjalan tanpa keterlibatan investor. Karena itu, Airlangga mengajak pelaku usaha—baik domestik maupun asing—untuk menanamkan modal pada proyek-proyek hijau, mulai dari infrastruktur berkelanjutan hingga pengembangan ekonomi sirkular.
Ia juga menekankan peran penting digitalisasi dalam memperkuat rantai pasok dan sistem perlindungan sosial. “Ekonomi hijau harus ditopang ekosistem bisnis yang adaptif dan inklusif,” tegasnya.
Baca juga: Indonesia – UEA Jalin Kemitraan Hijau dan Ekonomi Berkelanjutan
Komitmen Indonesia jelas: mengejar pertumbuhan tanpa mengorbankan lingkungan. Target net zero emission pada 2060 menjadi kompas arah kebijakan. Ini bukan sekadar janji, tapi bagian dari kesadaran kolektif bahwa masa depan ekonomi harus sejalan dengan masa depan bumi.
Langkah Indonesia ini menarik perhatian banyak pihak. Bagi para pelaku dan pemerhati keberlanjutan, inisiatif ini membuka ruang kolaborasi dan inovasi yang lebih luas. Masa depan hijau kini bukan lagi wacana, tapi sebuah rencana nyata yang sedang berjalan. ***
- Foto: Ilustrasi/ Tom Fisk/ Pexels – Banten, Indonesia.


