DI TENGAH meningkatnya urgensi aksi iklim global, delegasi Indonesia menegaskan komitmen kuatnya di forum Pertemuan Tingkat Menteri Persiapan COP30 (PreCOP30) yang digelar di Brasilia, Brasil. Delegasi dipimpin oleh Deputi Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon KLHK/BPLH, Ari Sudijanto, membawa pesan penting, gotong royong bukan hanya nilai lokal, tapi juga solusi global.
NDC 3.0 dan Ambisi 1,5°C
Dalam forum tersebut, Indonesia menyoroti pentingnya pembaruan target pengurangan emisi melalui Nationally Determined Contributions (NDC) 3.0 yang selaras dengan jalur 1,5°C. Pembaruan ini bukan sekadar kewajiban diplomatik, melainkan refleksi nyata atas ambisi iklim nasional.
“Indonesia mengusulkan langkah-langkah inovatif seperti diversifikasi pendanaan NDC melalui perdagangan karbon di IDX Carbon dan penerapan Mutual Recognition Agreement (MRA) untuk kredit lintas batas,” jelas Ari dalam pernyataan resmi.
Kedua instrumen ini mencerminkan arah baru diplomasi iklim Indonesia. Lebih kolaboratif, berbasis pasar, namun tetap berpihak pada kepentingan pembangunan nasional.
Global Mutirao dan Gotong Royong
Forum PreCOP30 juga mengedepankan semangat “Global Mutirao” yang diusung Brasil, konsep yang menekankan kolaborasi antarnegara dalam menghadapi krisis iklim. Indonesia menilai semangat itu sejalan dengan tradisi “Gotong Royong” yang menjadi identitas bangsa.
Baca juga: Menuju COP30, Brasil Usulkan Kontribusi Iklim Global Melampaui Negara
“Gotong royong menegaskan bahwa solusi atas krisis iklim tak bisa datang dari satu negara saja. Diperlukan upaya kolektif, solidaritas, dan partisipasi dari bawah ke atas,” ujar Ari.
Dengan narasi ini, Indonesia mengirim sinyal kuat bahwa keberhasilan transisi energi dan adaptasi iklim akan bergantung pada sinergi komunitas global, bukan sekadar komitmen elite politik.

Peringatan 10 Tahun Perjanjian Paris
Menjelang satu dekade Perjanjian Paris, Indonesia menilai telah ada kemajuan signifikan, terutama melalui penyelesaian Rule Book di COP29, Baku, tahun lalu. Namun, Ari mengingatkan masih ada kesenjangan implementasi yang mengancam pencapaian target global.
Baca juga: Menanti NDC Kedua, Ujian Kredibilitas Iklim Indonesia di Panggung Global
Pernyataan ini penting, dunia boleh bersepakat di atas kertas, tetapi tanpa mekanisme pelaksanaan yang adil dan terukur, ambisi 1,5°C akan tetap menjadi retorika.
Diplomasi Iklim dan Pengakuan Global
Di sela-sela PreCOP30, Indonesia juga menggelar pertemuan bilateral dengan pejabat tinggi PBB, termasuk Deputi Sekjen PBB Aminah Mohammed dan Sekretaris Eksekutif UNFCCC Simon Stiell.
Dalam pertemuan itu, PBB mengapresiasi peran strategis Indonesia dalam penyusunan Sintesis Global NDC yang akan diterbitkan pada 28 Oktober 2025. “Submisi Indonesia akan berperan penting dalam memastikan keakuratan sintesis global pengurangan emisi yang sesuai dengan target 1,5°C,” ujar Stiell.
Baca juga: COP30 di Belem, Brasil, Menjadi Momen Kritis Aksi Iklim Global
Pujian ini menandakan posisi Indonesia sebagai aktor kunci di arena iklim global, negara berkembang yang mampu menyeimbangkan agenda ekonomi, sosial, dan keberlanjutan.
Dari Brasilia ke Belem
PreCOP30 di Brasilia bukan sekadar agenda diplomatik, tapi tonggak menuju COP30 di Belem, 2025. Indonesia datang bukan hanya membawa janji, tetapi juga strategi memperkuat solusi berbasis komunitas, memperluas akses pendanaan karbon, dan meneguhkan gotong royong sebagai etika iklim global.
Baca juga: COP30, Harapan Negara Berkembang untuk Pendanaan Iklim Lebih Adil
“Sebagai negara dengan kontribusi besar terhadap pengurangan emisi global, Indonesia siap memperkuat komitmennya untuk masa depan bumi yang lebih baik,” tutup Ari. ***
- Foto: UNFCCC/Brasil Gov – Para delegasi dari berbagai negara menghadiri Pertemuan Tingkat Menteri PreCOP30 di Brasilia, Brasil, yang menjadi ajang persiapan menuju COP30 Amazonia di Belem pada 2025. Forum ini menyoroti penguatan komitmen global terhadap aksi iklim, pendanaan transisi energi, dan implementasi Agenda Just Transition.


