Menanam Sebelum Terbang, Akar Diplomasi Hijau Indonesia Menjelang COP30

MENJELANG Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP30) di Belem, Brasil, Indonesia menegaskan posisinya sebagai negara hutan tropis dengan komitmen nyata pada aksi iklim. Sebelum delegasi berangkat ke forum global itu, Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) memilih menanam pohon produktif di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Sukamakmur, Kabupaten Bogor, sebuah langkah simbolik sekaligus substantif dari diplomasi hijau Indonesia.

Langkah ini dirancang sebagai aksi penyeimbang jejak karbon dari penerbangan jarak jauh menuju Brasil. Perjalanan Jakarta–Sao Paulo sejauh 16.000 kilometer menghasilkan sekitar 2,6 ton emisi CO₂e per orang untuk satu kali pulang-pergi.

Dengan penanaman berkelanjutan, setiap pohon dewasa dapat menyerap rata-rata 30–50 kilogram CO₂ per tahun. Jika dilakukan konsisten, aksi kolektif ini akan menghasilkan penyerapan karbon yang signifikan dalam jangka panjang.

Baca juga: NASA Investasi 11,5 juta dolar AS untuk Penerbangan Nol Emisi

“Setiap langkah diplomasi internasional yang kita tempuh harus diiringi aksi nyata di dalam negeri. Inilah makna sejati dari Think Globally, Act Locally,” ujar Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq dalam keterangan tertulis (3/11).

Dari Forum Global ke Tanah Sendiri

COP30 menjadi momentum penting bagi negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk menegaskan kembali peran strategisnya dalam peta aksi iklim dunia. Namun bagi KLH/BPLH, diplomasi iklim bukan sekadar berbicara di forum global, melainkan menanam bukti di lapangan.

Kegiatan tanam pohon di Sukamakmur memperlihatkan pola kolaborasi pentaheliks yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, akademisi, mitra pembangunan, media, dan masyarakat. Kolaborasi ini memperkuat fondasi transisi menuju pembangunan rendah karbon yang berbasis partisipasi dan kesetaraan.

Baca juga: Maskapai Dunia Patungan 150 Juta Dolar untuk Bahan Bakar Penerbangan Hijau

“Keberhasilan agenda iklim tidak berhenti pada dokumen dan forum internasional, melainkan tercermin dari kesinambungan aksi di lapangan,” tambah Hanif.

Pohon, Tanah, dan Ekonomi Lokal

KHDTK Sukamakmur memiliki lanskap curam yang rentan terhadap erosi dan longsor. Karena itu, KLH/BPLH menanam Multi-Purpose Tree Species (MPTS) seperti durian, alpukat, mangga, dan jambu, pohon yang mampu memperkuat struktur tanah, menjaga cadangan air, serta memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat sekitar.

Baca juga: Jejak Karbon Orang Kaya, 10% Picu 65% Pemanasan Global

Model ini menggabungkan mitigasi dan adaptasi, menurunkan emisi sekaligus membangun ketahanan sosial-ekologis. Penanaman pohon produktif bukan hanya mengimbangi karbon penerbangan, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi baru, memperbaiki kualitas tanah, dan mendukung rehabilitasi lahan kritis.

Menumbuhkan Budaya Tanggung Jawab

Bagi KLH/BPLH, penanaman pohon bukan kegiatan simbolik, melainkan praktik keberlanjutan yang dapat direplikasi. Hanif bahkan mendorong agar setiap agenda perjalanan dinas dan diplomasi diikuti dengan kegiatan serupa.

Melalui inisiatif ini, Indonesia tidak hanya hadir di panggung global dengan pidato dan dokumen, tetapi juga dengan akar yang menembus bumi sendiri. Dari Sukamakmur hingga Belem, diplomasi Indonesia kini tak lagi hanya berbicara tentang komitmen, melainkan tentang tindakan, menanam sebelum terbang. ***

  • Foto: KLH – Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq (kanan) menanam pohon alpukat di Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Sukamakmur, Bogor, sebagai bagian dari aksi imbang emisi jelang COP30 di Brasil.
Bagikan