TRANSISI menuju energi bersih masih menghadapi kenyataan pahit. Bahan bakar fosil tetap mendominasi. Laporan Global Energy Perspective 2025 dari McKinsey & Company menunjukkan bahwa minyak, gas alam, dan batu bara akan tetap menjadi sumber utama energi dunia hingga setidaknya tahun 2050.
Lonjakan permintaan listrik menjadi faktor utama yang memperlambat peralihan ke energi terbarukan. Permintaan global diproyeksikan naik hingga 40 persen pada pertengahan abad ini, didorong terutama oleh sektor industri, bangunan, dan pusat data.
Permintaan Listrik Meledak
McKinsey mencatat, permintaan listrik dari pusat data di Amerika Serikat tumbuh hampir 25 persen setiap tahun hingga 2030. Secara global, laju pertumbuhannya mencapai rata-rata 17 persen per tahun hingga 2030, terutama di negara-negara anggota Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD).
Baca juga: 80 Ribu Desa Jadi Target PLTS, Akhir dari Ketergantungan Energi Fosil?
Tren ini diperkuat oleh ekspansi ekonomi berbasis digital dan meningkatnya kebutuhan komputasi berintensitas tinggi, termasuk kecerdasan buatan (AI). “Hal ini membuat 55 persen bauran energi global pada 2050 masih akan bersumber dari energi fosil,” ujar Partner McKinsey, Diego Hernandez Diaz, seperti dikutip Reuters.
Turun, tapi Tidak Signifikan
Dominasi bahan bakar fosil memang menurun dibandingkan 64 persen saat ini, namun angka 41–55 persen yang diproyeksikan tetap menunjukkan ketergantungan besar. Gas alam bahkan diperkirakan tumbuh signifikan karena dianggap sebagai sumber transisi yang “lebih bersih”. Batu bara juga menunjukkan peningkatan di sejumlah kawasan, terutama negara berkembang yang masih mengandalkan sumber daya domestik murah untuk menjaga stabilitas energi.

Sementara itu, permintaan minyak belum menunjukkan tanda mencapai puncaknya hingga 2030-an. Artinya, dekarbonisasi sektor energi akan berjalan lebih lambat dari target netral karbon yang ditetapkan banyak negara.
Ancaman terhadap Target Nol Bersih
Kondisi ini menjadi ujian besar bagi ambisi global mencapai target net-zero emission pada pertengahan abad. McKinsey memperkirakan bahan bakar alternatif seperti hidrogen biru, biofuel, dan amonia baru akan diadopsi luas setelah 2040, kecuali jika negara-negara menerapkan kebijakan wajib atau insentif agresif.
Baca juga: Perusahaan Energi Fosil Rugikan Dunia Rp 471 Kuadriliun
Tanpa langkah tegas, dunia berisiko terjebak dalam paradoks transisi. Ekonomi tumbuh lewat digitalisasi dan elektrifikasi, tetapi emisi tetap tinggi karena listriknya bersumber dari bahan bakar fosil.
Peluang Energi Terbarukan
Meski begitu, potensi energi terbarukan tetap besar. McKinsey memperkirakan sumber energi bersih dapat memenuhi 61–67 persen kebutuhan global pada 2050, jika investasi, kebijakan, dan inovasi teknologi diarahkan secara konsisten.
Baca juga: PBB Serukan Penghapusan Subsidi Bahan Bakar Fosil
Artinya, peluang untuk mempercepat transisi masih terbuka. Namun, tanpa keberanian politik dan reformasi kebijakan energi global, dunia akan terus menempuh jalur yang sama—mengganti wajah modernitas, tetapi tetap berpijak pada fosil. ***
- Foto: Marek Piwnicki/ Pexels – Asap dari pembangkit listrik tenaga batu bara membubung di langit senja, simbol paradoks transisi energi global yang masih bergantung pada bahan bakar fosil di tengah ambisi menuju energi bersih 2050.


