DI TENGAH upaya global mempercepat transisi energi, langkah Indonesia memperdagangkan Renewable Energy Certificate (REC) di bursa berjangka menjadi tonggak penting. Melalui mekanisme ini, pasar energi tak hanya berbicara tentang produksi listrik bersih, tapi juga tentang kredibilitas dan transparansi dalam jejak energi yang digunakan industri.
Mengubah Sertifikat Jadi Nilai Ekonomi
Direktur Utama PT Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX), Fajar Wibhiyadi, menyebut perdagangan REC bukan sekadar inovasi keuangan, melainkan alat strategis memperkuat komitmen Indonesia pada energi baru terbarukan.
“Perdagangan REC memungkinkan pengakuan resmi atas penggunaan energi bersih yang sebelumnya sulit dilacak. Ini bukan hanya transaksi finansial, tapi gerakan bersama menuju ekonomi hijau,” ujarnya dalam seminar “Kupas Tuntas Perdagangan REC di Bursa Berjangka” di ajang Trade Expo Indonesia (TEI) 2025, ICE BSD, Kamis (16/10/2025).
Baca juga: 2050 Energi Bersih, Saatnya Indonesia Punya Strategi Transisi yang Terpadu
Melalui REC, setiap megawatt-hour (MWh) listrik dari sumber energi terbarukan dapat diakui, diperjualbelikan, dan diklaim oleh pihak yang membeli. Bagi korporasi, ini menjadi bukti nyata komitmen pada target net zero emission (NZE). Bagi pengembang energi hijau, hasil penjualan REC membuka tambahan pendapatan sekaligus mempercepat payback period proyek-proyek energi bersih.

Transparansi dan Regulasi di Garis Depan
Perdagangan REC di bursa berjangka, menurut Fajar, akan menjamin transparansi melalui peran lembaga kliring, dalam hal ini Indonesia Clearing House (ICH). “Dengan mekanisme bursa, harga REC menjadi terbuka, dapat diakses semua pihak, dan memastikan transaksi sesuai regulasi,” katanya.
Langkah ini sekaligus menempatkan ICDX sebagai salah satu pionir dalam mendukung ekosistem energi hijau melalui instrumen pasar yang kredibel dan teregulasi.
Baca juga: Asia-Pasifik Tertinggal dalam SDGs karena Lambatnya Transisi Energi Bersih
Landasan Hukum dan Dorongan Pemerintah
Pemerintah telah memperkuat kerangka kebijakan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional. Regulasi ini mewajibkan industri berbasis energi fosil memiliki sertifikat energi terbarukan sebagai bukti pemenuhan standar energi bersih.

Industri yang belum memenuhi standar tersebut akan diwajibkan membeli REC, menjadikannya instrumen strategis dalam mempercepat dekarbonisasi industri nasional. Dalam konteks ini, REC berperan sebagai jembatan antara target energi bersih dan kepatuhan pasar.
Baca juga: Fosil Masih Perkasa, Tantangan Global dalam Transisi Energi Menuju 2050
Perdagangan REC di bursa berjangka membuka fase baru. Energi bersih kini punya nilai ekonomi yang bisa diukur, diperdagangkan, dan diaudit. Ini menandai evolusi dari sekadar proyek lingkungan menjadi sistem ekonomi hijau yang terintegrasi.
Jika dikelola efektif, pasar REC bisa memperkuat daya tarik investasi energi terbarukan, meningkatkan kredibilitas korporasi di mata investor ESG, dan mempercepat target bauran energi 23 persen pada 2025 serta net zero pada 2060. ***
- Foto: ICDX – Direktur Utama ICDX Fajar Wibhiyadi (kiri) bersama narasumber lain dalam seminar “Kupas Tuntas Perdagangan Renewable Energy Certificate (REC) di Bursa Berjangka” pada ajang Trade Expo Indonesia 2025 di ICE BSD, Kamis (16/10/2025).


