BRASIL memanfaatkan momentum COP30 untuk mendorong lahirnya Super-Taxonomy, sebuah kerangka global yang menyatukan definisi keberlanjutan lintas negara. Namun gema langkah ini tidak berhenti di Amerika Latin. Di Asia Tenggara, Indonesia tengah memperbarui Taksonomi Hijau OJK versi 2.0, yang akan menjadi panduan utama sektor keuangan dalam menilai investasi hijau dan risiko iklim.
Keduanya, meski lahir dari konteks berbeda, memperlihatkan arah yang sama. Membangun bahasa global keuangan hijau yang adil, transparan, dan inklusif.
Dari Brasíl ke Jakarta, Peta Jalan yang Beririsan
Brasil menyebut taksonominya sebagai “kamus keberlanjutan”, sebuah panduan teknis untuk menentukan apa yang benar-benar bisa dikategorikan hijau, berbasis sains, dan memperhatikan keadilan sosial. Di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan versi lanjutan taksonomi yang lebih komprehensif, mencakup pembiayaan transisi, pasar karbon, dan pengelolaan risiko iklim.
Baca juga: OJK Kuatkan Peta Jalan Hijau, Taksonomi Baru dan Aturan Risiko Iklim Menanti 2027
Kedua negara menempatkan taxonomy bukan sekadar daftar, tetapi instrumen struktural yang akan menuntun arah investasi, pajak hijau, hingga pengadaan publik.
Super-Taxonomy dan Diplomasi Keuangan Hijau
Gagasan Super-Taxonomy yang diajukan Brasil pada COP30 bisa menjadi payung koordinasi global bagi berbagai taksonomi nasional, termasuk milik Indonesia.
Dengan mekanisme interoperabilitas, investor global akan dapat membandingkan standar keberlanjutan antarnegara tanpa kehilangan konteks kedaulatan lokal.

Jika prinsip ini diadopsi, proyek-proyek seperti energi panas bumi di Jawa Barat, transisi batubara di Kalimantan Timur, atau pertanian regeneratif di NTT bisa lebih mudah menarik pembiayaan internasional karena memakai bahasa hijau yang sama.
Posisi Indonesia di Panggung Selatan-Selatan
Langkah Brasil membuka peluang kolaborasi Global South dalam membangun arsitektur keuangan hijau baru.
Indonesia, dengan kekayaan sumber daya alam dan peta jalan transisi energi yang ambisius, berpotensi menjadi penerjemah regional gagasan Super-Taxonomy.
Baca juga: Investasi Hijau dan Solidaritas Selatan, Arah Baru Diplomasi Iklim Indonesia di COP30
Melalui kerja sama dengan ASEAN Taxonomy Board, OJK, dan inisiatif diplomasi hijau di G20 serta BRICS+, Indonesia bisa memainkan peran strategis, yakni membumikan standar global ke konteks ekonomi berkembang.
Menuju Bahasa Bersama Keberlanjutan
Super-Taxonomy dan Taksonomi Hijau sama-sama menandai perubahan paradigma. Dari sekadar pelaporan ESG menjadi mekanisme global penyaring investasi.
Baca juga: Ketika Hutan Jadi Investasi, Rekor Baru Brasil di Jalur Hijau
Di masa depan, bahasa keberlanjutan tak lagi dimonopoli oleh korporasi besar, tetapi menjadi alat bersama negara, sektor keuangan, dan publik untuk menilai arah masa depan ekonomi.
Jakarta dan Brasíl kini berbicara dalam bahasa yang sama, yaitu keberlanjutan yang ilmiah, inklusif, dan berkeadilan. ***
- Foto: Illustrasi / AI-generated/ SustainReview – Jalur hijau antara Brasil dan Jakarta melambangkan konektivitas baru dalam diplomasi keuangan hijau, saat Global South mulai membangun bahasa bersama keberlanjutan.
Foto: SustainReview Illustration / AI-generated


